CINTA KEPADA ALLAH DIAWALI DENGAN TAUBAT & TALQIN

 


CINTA KEPADA ALLAH DIAWALI DENGAN TAUBAT & TALQIN

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengungkapkan pentingnya ber-talqin kepada wali Musryid sebelum melakukan proses lebih lanjut dalam bimbingan ruhani tarekat/tasawuf/hakikat, sebab menurutnya, Allah SWT telah berfirman, “Dan (Allah) mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat takwa.” (QS. Al-Fath [48]: 26), yakni kalimat Lâ Ilâha Illallâh, dengan syarat kalimat tersebut (sebagai talqin) diambil dari orang yang kalbunya bertakwa sempurna dan suci dari segala sesuatu selain Allah.
Bukan sekadar kalimat Lâ Ilâha Illallâh yang diambil dari mulut orang awam. Meski lafaznya satu, tetapi benihnya berbeza. Bibit Tauhid yang hidup tentu saja diambil dari hati yang hidup, sehingga benihnya berkualiti. Sedangkan, bibit yang tidak berkualiti tidak akan dapat tumbuh dengan baik. Maka, kalimat tauhid yang diturunkan dalam Al-Qur’an memiliki dua makna.
Pertama, kalimat tauhid, Lâ Ilâha Illallâh yang memiliki makna zahir saja. Sebagaimana, firman Allah SWT,“Apabila dikatakan kepada mereka, Lâ Ilâha Illallâh mereka menyombongkan diri.” (QS. Ash-Shâffât [37]: 35) Kalimat Lâ Ilâha Illallâh yang dimaksud dalam ayat ini merupakan hak bagi orang awam.
Kedua, Allah SWT menurunkan kalimat Lâ Ilâha Illallâh disertai dengan pengetahuan yang hakiki. Allah SWT berfirman, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan mohonlah ampun bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan.” (QS. Muhammad [47]: 19)
Ayat ini menjadi Sababun Nuzul bagi adanya talqin zikir untuk orang-orang khusus yang ingin wusûl kepada Allah. Sebagaimana yang diungkapkan pengarang Kitab “Bustân Asy-Syâri’ah” diterangkan, “Orang yang pertama kali menginginkan jalan terdekat kepada Allah, terunggul, tetapi termudah melalui Nabi SAW ialah Ali bin Abi Talib RA. Ketika Sayyidina Ali RA meminta, Rasulullah tidak langsung menjawab tetapi menunggu wahyu. Maka, datanglah Jibril dan menalqinkan kalimah Lâ Ilâha Illallâh 3 kali dan Nabi mengucapkannya tiga kali. Selanjutnya, Nabi SAW mendatangi para Sahabat dan Nabi SAW menalqin para Sahabat secara berjamaah.”
Nabi SAW bersabda, “Kita telah kembali dari perang kecil ke perang besar yakni perang melawan hawa nafsu.” (HR. Al-Baihaqi). Rasulullah SAW juga bersabda, “Musuhmu yang paling utama ialah nafsumu yang berada di antara kedua lambungmu.” (HR. Al-Baihaqi)
Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, “Mahabbah (cinta) kepada Allah tidak akan tercapai, kecuali setelah engkau melumpuhkan musuh-musuh-Nya yang ada di dalam wujudmu sendiri.. Seperti halnya, nafsu amarah, lawamah, dan mulhamah, setelah terlumpuhkan maka lantas membersihkan diri dari sifat-sifat bahimiyah (binatang jinak) yang tercela, seperti makan, minum, tidur dan bercanda yang berlebihan.
Juga membersihkan hati dari sifat-sifat sabu’iyyah (binatang buas), seperti marah, mencaci, memukul, memaksa. Juga membersihkan diri dari dari sifat syaitaniyah (sifat-sifat syaitan), seperti sombong, ujub, hasad, dengki, dendam, dan dari sifat-sifat badan dan hati yang tercela lainnya.
Jika Anda sudah bersih dari sifat-sifat tercela tadi, bererti Anda sudah bersih dari sumber dosa. Maka Anda termasuk orang-orang suci dan ahli taubat. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah [2]: 222)
Adapun orang yang hanya bertaubat dari dosa zahiriah saja maka tidak termasuk yang disinggung ayat ini. Meskipun dia dape juga disebut tâ’ibun (orang yang bertaubat), tetapi belum menjadi tawwab (orang-orang yang bertaubat dengan sebenar-benarnya). Kata tawwâb dalam bahasa Arab ini menggunakan shigah mubâlaghah atau superlatif yang dimaksud adalah taubatnya orang-orang yang khusus (al-khawwâsh).
Perumpamaan orang yang taubat dari dosa zahiriah saja adalah seperti orang yang memotong rumput tapi di batangnya saja. Dia tidak mahu berusaha mencabutnya dari akar. Maka, pasti nantinya akan tumbuh kembali, bahkan lebih lebat dari sebelumnya.
Berbeza dengan orang yang bertaubat secara sungguh-sungguh dari dosa akhlak-akhlak buruk. Ia seperti orang yang mencabut rumput hingga akar-akarnya. Maka, dapat dipastikan ia tidak akan tumbuh lagi, kalaupun ada itu termasuk hal yang langka.”
Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, hal keadaan talqin di sini—seperti orang memotong rumput—adalah alat untuk “memotong” segala sesuatu selain Allah SWT dari hati orang yang di-talqin. Seperti yang kita ketahui, orang yang tidak mahu “memotong” “pohon pahit” (tidak mahu menempuh perjalanan pahit) tidak akan mampu sampai pada tempat “pohon manis”.
Berfikirlah wahai manusia yang memiliki pandangan hati. Semoga engkau berbahagia (dan wushûl kepada Allah).
Allah SWT berfirman, “Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahn-kesalahan.” (QS. Asy-Syûrâ [42]: 25) Allah SWT juga berfirman, “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan beramal soleh maka kesalahan mereka diganti oleh Allah dengan kebaikan.” (QS. Al-Furqân [25]: 70)”
--Al-Imam Syekh Abdul Qadir Al-Jailani r.a. Qaddasallahu Sirrahu dalam Sirrul Asrar,

( Sumber dari Hizbun AnNabi wa AaliBaitihi wa Ashabihi )


Share on Google Plus

About roslanTv Tarekat

Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis autem vel eum iriure dolor in hendrerit in vulputate velit esse molestie consequat, vel illum dolore eu feugiat nulla facilisis at vero eros et accumsan et iusto odio dignissim qui blandit praesent luptatum zzril delenit augue duis.

0 comments:

Catat Ulasan