CARA MEMAHAMI PERKARA BID'AH DENGAN BENAR
Terkait dengan masalah Bid'ah, ada tiga hadits yang berkaitan dengannya, yaitu :
١. إياكم ومحدثات الأمور؛ فإن كل محدثةٍ بدعة، وكل بدعة ضلالة (رواه ابو داود )
٢. من سن في الإسلام سنةً حسنة، كان له أجرها، وأجر من عمل بها من بعده، لا ينقص ذلك من أجورهم شيئًا، ومن سن في الإسلام سنة سيئة، كان عليه وزرها، ووزر من عمل من بعده، لا ينقص ذلك من أوزارهم شيئًا (رواه مسلم )
٣. من عمل عملًا ليس عليه أمرنا فهو رد (رواه مسلم )
1. Hadits pertama, Nabi mengatakan :"jauhilah perkara2 baru, kerana setiap perkara baru itu bid'ah, dan setiap bid'ah itu sesat". (HR Abu daud)
2. Hadits kedua, Nabi bersabda : "barang siapa yang menghidupkan tradisi2 yang baik dalam islam, maka dia dapat pahala darinya serta dapat pahala dari orang2 yang ikut melakukannya tanpa mengurangi dari pahala mereka. Dan siapa yang menghidupkan tradisi2 buruk dalam islam, maka dia mendapat dosa darinya serta dosa dari orang2 yang ikut melakukannya dengan tanpa mengurangi dosa mereka". (HR Muslim)
3. Hadits ke tiga, Nabi bersabda : "barang siapa yang mengerjakan amalan, yang bukan bagian dari perkara agama kami, maka amalnya tertolak". (HR Muslim)
DENGAN mempertimbangkan ketiga hadits diatas, para Ulama' pun berkesimpulan sebagai berikut :
قوله صلى الله عليه وسلم (من سن فى الاسلام سنة حسنة فله أجرها) فيه الحث على الإبتداء بالخيرات وسن السنن الحسنات والتحذير من إختراع الأباطيل ... وفى هذا الحديث تخصيص قوله صلى الله عليه وسلم (كل محدثة بدعة و كل بدعة ضلالة) وأن المراد به المحدثات الباطلة والبدع المذمومة
( شرح صحيح مسلم للنووى ج ١٦ ص ٢٢٦)
1. Imam Nawawi :
"ucapan Nabi "man sanna fil islami" (hadits ke 2) adalah anjuran untuk memulai amal2 kebaikan dan menghidupkan kebiasaan2 baik serta peringatan menjauhi yang batil.
Dan hadits itu juga menjadi pengecualian terhadap hadits "kullu bid'atin dholalah..." (hadits ke 1) kerana yang dimaksud dengan bid'ah dholalah adalah hal baru yang batil dan tercela.
(syarah sahih muslim jilid 16 hal.226)
2. Imam Syafi'i :
" Perkara baru itu ada dua macam, yaitu yang pertama sesuatu hal baru yang bertentangan dengan al-qur'an, as-sunnah, atsar dan ijma', maka itu disebut bid'ah yang sesat.
Yang kedua adalah sesuatu yang baru namun baik dan tidak ada bertentangan dengan salah satu dari hal diatas (qur'an,sunnah,atsar dan ijma'), maka hal itu disebut hal baru tapi tidak tercela.
(Manaqibus-syafi'i Imam Baihaqi, jilid 1 hal. 469)
3. Imam Al-ghazali :
"apa yang disebut sebagai hal baru sesudah era Nabi tidak semuanya terlarang, yang terlarang itu adalah yang bertentangan dengan hadits dan mengangkat suatu perkara dalam syariah dengan tetapnya illat yang ada. Bahkan hal baru itu terkadang menjadi wajib bergantung berubahnya sebab2 yabg ada. (Ihya' ulumudin jilid 3 hal.2)
4. Syeikh Ibnu Hajar Al-asqolani :
"bid'ah adalah hal baru yang tidak ada contoh sebelumnya, jika dikaitkan dengan hadits boleh menjadi tercela, namun hakikatnya jika hal baru itu berisi sesuatu yang baik dalam hukum syariah maka hukumya menjadi baik pula, demikian juga jika berisi hal buruk dalam pandangan syariah maka hukumnya juga tercela. Jika tidak ada dalil tentang baik atau buruknya, maka itu menjadi bid'ah yang mubah. (fathul bari syarah bukhori jilid 4 hal.294)
5. Imam Al-qurthubi :
"tiap hal baru yang manusia lakukan tak lepas dari petunjuk syar'it, namun terkadang juga tidak. Jika berdasar petunjuk syar'it, maka hukumnya termasuk dlm keumuman apa yg Allah beri fadhilah padanya dan apa yang Allah syari'atkan pada Rasulullah. Namun jika tidak ada contoh sebelumnya, seperti bentuk dan cara dalam memberi (hadiah,bonus,THR) dan perbuatan2 baik lainnya, maka semua itu termasuk amal2 terpuji walaupun bagi pelakunya tidak diberi contoh sebelumnya". (Tafsir Al-qurthubi jilid 2 hal.87)
6. Syeikh Badruddin Al ainy :
"bid'ah ada dua macam, ada yang dholalah dan juga yang hasanah. bid'ah hasanah adalah apa yang baik dalam pandangan umat islam, namun tidak bertentangan dengan al-qur'an, hadits, atsar dan ijma' ulama'.
(Umdatul qori syarah sahih bukhori, syeikh Badruddin Al-ainy jilid 5 hal.230)
7. Imam Jalaluddin Asy-suyuthi :
"syeikh jalaluddin As-syuyuthi ditanya tentang hukum mencium roti, apakah itu bid'ah? apa hukumnya haram?"
beliau menjawab : "hal itu jelas bid'ah namun tidak boleh dikatakan haram, kerana tidak ada dalil tentang keharamannya atau kemakruhannya, hukum yang pasti padanya (mencium roti) adalah bid'ah yang mubah jika dengan maksud menjaga roti tersebut. Yang makruh itu adalah menginjak -injaknya dengan kemakruhan yang berat. bahkan membuangnya ke tanah walau tanpa menginjaknya sudah termasuk makruh". (Al-hawi lil fatawi, asy-syuyuthi jilid 1 hal. 181)
8. Syeikh Abu bakar bin Syatho Ad-dimyathi :
"Dan kesimpulannya sesungguhnya bid'ah hasanah itu telah disepakati kesunnahannya, yaitu sesuatu yang tidak bertentangan dengan dalil2 yang telah disebutkan, serta tidak ada larangan secara syar'it dalam pelaksanaannya. Bahkan diantaranya ada bid'ah yang hukumnya fardhu kifayah seperti menulis kitab keilmuan".
( I'anatut tholibin syarah Fathul mu'in hal. 271 )
Maka belajar dan berguru pada guru yang benar, agar tidak sepotong sepotong memahami agama, sehingga kamu lurus dalam memahami agamamu.
[ Sumber dari Kang MulyoKUMPULAN SYAIR SUFI JALALUDDIN RUMI DAN LAINNYA. ]
0 comments:
Catat Ulasan