MAHAKARYA CINTA SYEIKH JALALUDDIN RUMI

 


MAHAKARYA CINTA SYEIKH JALALUDDIN RUMI

Jalaluddin Rumi yang bernama lengkap Jalaluddin Muhammad bin Husyain al-Khatibi al-Bahri adalah seorang Penyair Sufi Persia terbesar sepanjang sejarah.
Sebutan Al-Rumi bagi Jalaluddin kerana ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Konis, Turki, yang kala itu masih merupakan wilayah penguasaan Byzantium yang disebut sebagai Romawi Timur.
Rumi lahir pada 6 Rabiul Awal 604H bertepatan pada 30 September 1207M di Balkh (Afghanistan kini) dan meninggal pada 5 Jumadil Akhir 672H bertepatan pada 16 December 1273 di Konya, Turki.
Dia bukan hanya Penyair Sufi terbesar Persia malah dia salah seorang penyair terkemuka dunia. Dikenal dan berpengaruh di Barat dan Timur sehingga kini, namanya terpahat kuat di hati dunia yang mencintai dunia tasawwuf, spiritualiti, ketuhanan, cinta, dan puisi.
Dia menarik perhatian dunia terutama kerana wawasan tasawwufnya yang begitu dalam, universal dan tetap relevan sebagaimana tercermin dalam perjalanan hidup. Karyanya kini telah di terjermahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia.
Dia mengilhami kebudayaan dunia dan sememangnya dia adalah duta cinta sepanjang masa!
Jalaluddin Rumi adalah sosok pencari jalan spiritual yang tidak pernah berhenti. Dengan sebahagian besar menghabiskan hidupnya di Anatolia, Turki, di sinilah dia mengukuhkan dirinya sebagai Guru Spiritual yang sangat berpengaruh.
Dia dipanggil Maulana Jalaluddin Rumi, Yang Mulia atau Tuan Guru Jalaluddin Rumi. Di sini pula dia meletakkan dasar-dasar baru jalan spiritual, iaitu melalui tari dan musik, yang kemudian dikenal dengan jalan Maulawiyah yakni jalan Sang Maulana Rumi.
Jalaluddin Rumi tumbuh dari keluarga terpandang. Ayahnya, Muhammad ibnu Hussain al-Khatibi alias Bahauddin Walad, adalah seorang ulama terkemuka di Balkh, sedangkan ibunya, Mu’min Khatun, berasal dari keluarga Dinasti Khawarizmi, dinasti yang berkuasa dengan ibukota Bukhara saat itu. Adapun Balkh, adalah salah satu kota penting, pusat intelektual dan kebudayaan Persia pada Dinasti Khawarizmi.
Keluarga Rumi adalah pengembara. Ketika Rumi baru 7 tahun, keluarganya berhijrah ke Khurasan, dan tak lama kemudian hijrah ke Nisyapur. Ketika Rumi 12 tahun, mereka hijrah ke Baghdad. Setelah beberapa lama tinggal di ‘Kota Seribu Satu Malam itu’, mereka hijrah lagi ke Makkah, kemudian Damaskus, sebelum akhirnya menetap di Konya, Turki, yang ketika itu merupakan ibukota Kesultanan Saljuk.
Menjelang keluarga Rumi berhijrah ke Baghdad, Balkh dan kota-kota Persia lainnya bukanlah kota yang tenang. Di seberang Dinasti Khawarizmi, Dinasti Mongol sedang giat-giatnya melancarkan serangan ke mana-mana secara membabi buta demi meluaskan wilayah kekuasaanya.
Tetapi Rumi dilahirkan memang tidak untuk merebut kembali kota kelahirannya dan membangunnya kembali dari kehancuran. Dia meninggalkan kota kelahirannya dengan membawa biru apinya yang terus menyala-nyala dalam hatinya.
Biru api khazanah kebudayaan Persia yang kelak akan menyalakan dunia batinnya ketika disuluh api Cinta Ilahi, hingga demikian bercahaya di tempat lain. Dalam sebuah puisinya, Rumi berdendang dengan haru-biru;
Mari ke rumahku, Kekasih – sebentar saja!
Gelorakan jiwa kita, Kekasih – sebentar saja!
Dari Konya pancarkan Cahaya Cinta
Ke Samarkand dan Bukhara – sebentar saja!
Puisi ini pastilah merefleksikan kecintaan sekaligus kerinduan Rumi akan kampung halamannya, yang telah lama ditinggalkan. Ia tahu kampung halamannya sudah luluh, hancur dan menjadi bumi hangus di tangan kerakusan manusia Mongol yang bengis.
Pasti sejarah itu tidak mungkin lagi ditarik mundur. Puisi ini didendangkan penuh dengan ungkapan cinta dan rindu yang sangat dalam agar Allah dapat memancarkan cahaya cinta ke kampung halaman yang telah hancur itu.
Sebagai pengembara, Rumi menguasai pelbagai disiplin ilmu dari beberapa Guru terkemuka di kota-kota yang pernah menjadi tempat tinggalnya.
Di negara Arab seperti Makkah dan Damaskus dia mendalami sastera Arab sehingga mahir menulis puisi di dalam bahasa tersebut dan tidak terkecuali ilmu berkaitan Islam. Pada masa yang sama, keberuntungan yang lebih kepada beliau kerana ayahandanya turut merupakan salah seorang Ulama yang disegani.
Setibanya Rumi dan keluarga di Konya, Sultan yang meminati ilmu dan seni ketika itu menyambut kedatangan keluarga Rumi dengan baik. Ayahanda Rumi di berikan pernghormatan untuk mengajar di madrasah kesultanan sehingga beliau wafat pada tahun 1230M.
Setelah kematian Ayahandanya, Jalaluddin Rumi segera menggantikan posisi ayahnya. Ketika itu, dia telah menikah dan dikurniakan 2 orang anak.
Anak pertamanya diberi nama Sultan Walad, yang kelak juga menjadi seorang Sufi dan memperkenalkan beberapa segi kehidupan Jalaluddin Rumi yang unik manakala anak keduanya bernama Alauddin, yang merupakan nama saudara lelaki Jalaluddin Rumi yang meninggal di Konya.
Setahun setelah kewafatan ayahandanya, Burhanuddin Muhaqqiq Al-Tirmidzi yang merupakan anak murid ayahandanya tiba di Konya setelah mengetahui Gurunya telah meninggal dunia. Maka kepada Jalaluddin Rumi lah Burhanuddin mengajarkan ajaran-ajaran Sufistik Sang Guru dan beberapa Sufi lain. Burhanuddin juga membimbing Rumi melakukan latihan-latihan spiritual sebagaimana yang telah dilakukan oleh Para Sufi sebelum ini yang mengabdikan diri bagi kehendak untuk menyatu dengan Allah.
Sekitar 10 tahun di bawah bimbingan Burhanuddin, minat Rumi pada tasawwuf dan Cinta Ilahi sedemikian berghairah. Dia mencurahkan seluruh hidupnya untuk mengalami setiap maqam (tingkatan spiritual) kehidupan tasawwuf. Maka, setelah Burhanuddin wafat di tahun 1240, Jalaluddin Rumi memangku jawatan sebagai Guru Spiritual (Syeikh) persaudaraan Sufi. Mulailah dia membangun persaudaraan spiritual di mana para pengikutnya terus bertambah dan lingkup pengaruh Penyair Sufi ini semakin luas. Persaudaraan Sufi inilah yang kemudian dikenal dengan Tarekat Maulawiyah.
Pesona Rumi memancar pula dari ritual meditasi persaudaraan kerohanian ini. Musik dan tarian berputar merupakan ritual mereka yang sangat khas, dan tetap hidup hingga sekarang di beberapa daerah di Timur Tengah, negara-negara Balkan, bahkan Eropah. Di samping itu, bentuk ritual Maulawiyah telah pula mengilhami beberapa aktiviti seni-budaya di beberapa negara sehingga ke hari ini.
Melebihi 800 tahun kini riwayat Jalaluddin Rumi membentang dari Persia, Arabia, Turki, hingga Eropah dan benua-benua lain. Para pengikutnya mengamalkan ajaran-ajarannya, Para Sarjana meneliti pandangan dan karya-karyanya, Para Seniman menimba inspirasi dari kedalaman rohani dan keluasan wawasannya dan dunia moden memetik hikmah dari kearifannya.
Rumi wafat di Konya pada 16 December 1273 (5 Jumatil Akhir 672 H). Kepergiannya ditangisi oleh banyak pengikut dan pengagumnya yang berlatar belakang agama yang berbeza. Bukan hanya kerana dia seorang Sufi Besar.
“Puncak gunung yang paling tinggi dalam bentangan luas perpuisian Sufi, dan dia benar-benar mampu membuktikan diri sebagai sumber inspirasi dan kebahagiaan yang tidak terlampaui oleh banyak penyair lainnya dalam kesusastraan dunia.”
| Gerbang Taman Rohani
Puisi-puisi Jalaluddin Rumi tidak lahir dari proses penyairan biasa. Sebagai seorang Sufi yang berkehendak untuk bersatu dengan Tuhan, dorongan dari kedasyatan pengalaman kerohaniannya yang meluap-luap seumpamana lahar gunung berapi yang mana magma spiritualnya sedemikian aktif dan bergolak terus menerus sehingga memuntahkan lahar puisi yang bisa menyuburkan tanah-tanah spiritual yang disentuhnya. Allahu Akbar
Pengalaman rohani pastilah merupakan sesuatu yang tidak terbatas, tidak terumuskan dan tidak terlukiskan. Puisi Rumi adalah puisi bahagia saat Sang Sufi berada di dunia spiritual yang dalam serta menghanyutkan batin Sang Sufi dan menariknya ke pusat Cinta Ilahi yang menyediakan seluruh tenaga dan keindahan rohaninya.
Antara kejadian yang paling mengesankan bagi perkembangan rohani Rumi selanjutnya adalah ketika di tahun 1244, seorang Sufi pengembara tiba di Konya. Namanya Syamsuddin at-Tabrizi, yang bererti ‘Matahari Agama‘ dari Tabriz.
Dalam diri Sufi inilah Rumi menemukan bayangan sempurna ‘Kekasih Tuhan’ yang telah lama dicarinya. Bagi Rumi, dia adalah matahari yang membakar jiwanya, menyalakan hatinya, menariknya ke dalam pusat kesempurnaan ‘Cinta Ilahi’ dan mengubah hidupnya. Dia adalah peribadi penuh pesona rohani, kepada siapa Rumi mengidentifikasikan diri berulangkali.
Mereka tinggal bersama selama satu atau dua tahun, bersama-sama mengarungi samudera rohani dan melaju kencang di lautan ‘Cinta Ilahi’.
Sedemikian terpesona Rumi pada mataharinya, hingga dia menghentikan kegiatan mengajar dan diskusi bersama murid-muridnya.
Tentu saja murid-muridnya kehilangan kesempatan belajar dan berdialog dengan Rumi, sebagaimana berlangsung selama beberapa tahun sebelum kedatangan tamu asing tidak diundang itu. Mereka pun cemburu, dan beredar suara-suara miring tentang Sang Sufi. Tahu bahawa mereka cemburu, mungkin juga tidak tahan mendengar suara-suara miring tentang dirinya, pada tahun 1247 Syams Tabris menghilang dari Konya, kota di mana Rumi tinggal.
Ketika kemudian terdengar kabar Syamsi berada di Damaskus, Rumi segera mengutus anaknya, Sultan Walad, menjemput Sufi itu dan membawanya kembali ke Konya. Tidak terlukis kebahagiaan Rumi ketika dia lihat Syams benar-benar kembali. Dia tidak ingin lagi berpisah dengan mataharinya. Maka Rumi mengahwinkan Gurunya itu dengan seorang gadis yang dibesarkan dalam keluarganya. Namun, api kecemburuan keluarga dan murid-murid Rumi masih belum padam. Desas-desus negatif tentang Syams kini terdengar lebih hebat lagi dan kali ini dia benar-benar hilang. Tidak pernah kembali lagi.
Rumi menangis. Baginya, apalah erti hidup tanpa Sang Matahari. Siapa lagikah yang mampu menyalakan rohani dan membakar cintanya?
Diwan-i Syams-i Tabriz (bait lirik Syams Tabriz) adalah puisi Rumi yang merupakan persembahan rohani bagi sahabat sekaligus Guru Spiritualnya yang telah pergi tanpa jejak itu. Nada kesedihan dalam puisi-puisi Rumi berjalin dengan nada riang kerana, sebagaimana kehilangan mengandaikan sebuah pertemuan, kesementaraan mengandaikan keabadian. Begitulah maka perasaan berpisah dengan Sang Matahari secara rohani tidak lain merupakan pertemuan tidak terpisahkan dan kebersamaan yang singkat adalah kebersamaan abadi.
Apatah lagi, Rumi sebenarnya kini sudah benar-benar matang secara rohani. Rasa sesal dan kerinduannya pada Sang Matahari menjadi jalan bagi dunia batin Rumi sendiri dalam proses penghayatan dan penyatuan dengan Tuhan.
Puisi dan risalah Rumi segera memancarkan cahaya rohani, wawasan tasawwuf, dan renungan sufistiknya yang amat dalam dan luas. Syams Tabriz tidak lain hanyalah kunci pintu gerbang kerohanian Rumi sendiri yang sesungguhnya sudah siap dibuka.
Setelah pintu gerbang itu terbuka dan kuncinya hilang pastinya terbit perasaan kesal yang mendalam. Namun, Rumi tetap bisa berjalan sendiri tanpa tersesat mengitari taman rohaninya yang luas, lapang dan rimbun itu.
Di taman itu, Rumi mendendangkan puisinya
yang agung;
Ada taman indah, penuh pepohonan lebat,
Anggur dan rerumputan menghijau,
Seorang sufi duduk sambil memejamkan mata,
Kepalanya tunduk, karam dalam tafakur.
Seseorang bertanya, “Hai, mengapa tidak engkau lihat,
Tanda-tanda Yang Maha Pengasih di sekelilihgmu,
Yang dititahkan oleh-Nya untuk direnungkan?”
Sufi itu menjawab, “Tanda-tanda-Nya terbentang,
Pula dalam diriku, yang ada di luar,
Hanyalah lambang dari tanda-tanda.”
Kehidupan rohani Rumi yang dipupuk terus menerus telah melahirkan puisi sufistik yang luar biasa dari segi kuantiti dan mutu persembahannya. Sebelum itu, perlu kita ingat bahawa Rumi telah menguasai sastera Persia dan Arab dengan baik. Wawasan dan kemampuan sastera telah menjadi darah dagingnya yang hasilnya kedalaman penghayatan dan renungan akan makna hidup dan kearifan bersifat universal. Sungguh, Rumi telah mencapai tahap yang sangat gemilang.
| Cinta Sejati Jalauddin Rumi
Membaca puisi-puisi Jalaluddin Rumi adalah menggambarkan betapa dia menghayati erti cinta sepenuhnya dan menyakini cinta sebagai dasar utama kehidupan. Baginya, tidak ada kehidupan tanpa cinta. Kerana itu, dia mengembangkan erti cinta dan mengarahkannya sebagai prinsip keberadaan sekaligus sebagai dasar konkrit kehidupan sementara ini menuju ke kehidupan yang abadi.
Sebagai Sufi, sudah tentu Rumi menulis banyak tema dalam puisi dan risalah tasawwufnya. Sudah tentu juga gagasan utama Rumi adalah hasrat spiritual untuk bersatu dengan Tuhan.
Dalam menjelaskan pandangannya tentang cinta, Rumi menggunakan banyak sekali ‘Metafora‘. Yang sangat terkenal di antaranya adalah seruling. Menurutnya, suara seruling adalah lagu pedih keterpisahan seruling itu sendiri dari tempat asalnya, iaitu rumpun bambu yang rimbun. Di samping itu, suara seruling adalah nyanyi rindu dendam sang seruling untuk bersatu kembali dengan rumpun bambu tempatnya berasal. Begitulah Rumi melukiskan derita dan rindu dendam roh manusia pada Penciptanya.
Dalam puisinya yang lain tentang seruling, Rumi melukiskan lebih jauh hubungan manusia dan Tuhan. Katanya; “Kami adalah seruling dan musik dalam diri kami berasal darimu; kami seumpama gunung, dan gaung dalam diri kami berasal darimu.”
Jadi, di sini bukan saja seruling yang berasal dari Tuhan. Musik yang dialunkan seruling itu sendiri juga berasal dari Tuhan. Sejalan dengan itu, gunung dan gaung di dalamnya adalah juga berasal dari Tuhan. Itu bererti, apa pun alunan musik seruling, lagu pedih mahupun lagu riang, berasal dari Tuhan juga. Apa pun gaung dalam gunung, apakah petanda rahmat atau laknat, tidak lain berasal dari Tuhan jua.
Seruling dan musik merupakan unsur sangat penting dalam kehidupan Rumi. Keduanya bukan saja metafora dalam puisi, melainkan juga medium pengembaraan rohani. Rumi tidak saja memandang musik sebagai sesuatu yang bersifat sementara dan menyalahi agama. Lebih jauh, dengan mendengarkan musik dia membayangkan suara alam semesta dan terutama musik yang mengalun abadi di Syurga. Itulah sebabnya, musik dapat menghubungkan roh manusia dengan alam ketuhanan. Musik dapat melambungkan jiwa manusia mencapai tingkat kesucian dan ketinggian yang kekal. Musik dapat membakar hati manusia dan membangkitkan cinta yang menggelora untuk mencapai Syurga.
Namun, alam semesta tidak hanya mengalunkan musik. Alam semesta adalah juga komposisi gerak yang sangat kompleks sebagai tarian suci yang menakjubkan. Tarian itu berupa putaran-putaran irama dengan titik sumbu yang tertib dan rapi secara ajaib. Tidaklah menghairankan kalau Rumi juga menjadikan tarian-berputar sebagai medium pengembaraan rohani.
Rumi menulis dengan indah;
Baling-baling langit, dengan segenap keindahan dan keajaibannya, berputar sekitar Tuhan seperti jentera.
Rohku demikian pula, tawaf di Ka’bah; begitulah pengemis ini mengitari pemberian dan kurnia.
Perjalanan bola mengelilingi lapangan permainan-Nya; itulah yang membuatmu bahagia dan tidak berdaya.
Demikianlah hubungan manusia dan Tuhan. Musik mengekspresikan hubungan penciptaan melalui mana jiwa manusia dibakar api rindu dan Cinta terhadap sumbernya, sekaligus menghubungkan dunia manusia yang terbelenggu dengan dunia Syurga yang suci lagi merdeka. Sementara itu, tarian-berputar mengekspresikan kenikmatan, ketakberdayaan, dan kepasrahan pada Tuhan sebagai pusat perputaran baling-baling langit jiwa manusia bersama alam semesta.
Dalam pola hubungan itu, di manakah Cinta?
Bagi Rumi, Cinta adalah dasar yang memungkinkan hubungan-hubungan tersebut berlangsung. Tanpa Cinta, pola hubungan menakjubkan dan indah namun menyakitkan itu adalah mustahil. Manusia akan merindukan Tuhan dan menari mengelilingiNya manakala api Cinta menggelora di dalam jiwanya.
Tetapi, api Cinta tidak akan menggelora dalam jiwa manusia tanpa Tuhan memberikan percikan api CintaNya kepada manusia itu sendiri. Begitulah maka, kata Rumi; “Apabila cinta Tuhan menyala dalam hatimu, tentu Tuhan telah mencintaimu.”
Dalam sebuah perumpamaan, Rumi mengibaratkan hubungan percintaan ini sebagai tepukan, dimana tepukan tidak akan terjadi hanya dengan sebelah tangan. Dengan demikian, pola hubungan itu adalah hubungan timbal-balik antara pencinta dan yang dicintai.
Rumi menyebut pola berpasangan itu sebagai hikmah Tuhan. Langit dan bumi adalah pasangan lelaki dan perempuan;
Di mata orang arif, Langit adalah lelaki dan Bumi adalah perempuan,
Bumi menerima sahaja apa yang diturunkan Langit ke haribaan dan rahimnya,
Jika bumi kurang panas, Langit mengirimkan panas,
Jika bumi kurang segar, Langit menyegarkan bumi yang lembab,
Langit berputar menurut sumbunya, bagaikan suami mencari nafkah bagi isterinya,
Dan Bumi sibuk mengurus rumah: ia menunggui dan menyusui bayi yang dilahirkan,
Tanpa Bumi apakah Langit bisa menghasilkan air dan panas?
Dan, dengan Tuhan memberikan nafsu berahi kepada lelaki dan perempuan yang halal, mereka akan saling mencinta dan menyatu. Dengan cara itu, kata Rumi, dunia terselamatkan.
Rumi menyedari adanya paradoks di dalam Cinta, iaitu keindahan dan kesengsaran, kemesraan dan kepedihan. Seperti suara seruling yang memperdengarkan suara pedih di balik kemerduannya. Atau sebaliknya, menyuarakan nyanyian merdu namun dengan nada perih.
Seorang pencinta harus siap menerima keduanya. Bagi Rumi, kesengsaraan dan kepedihan adalah proses untuk mencapai kebahagiaan. Maka bagi pencinta sejati, kesengsaraan, kepedihan, dan rindu dendam justru merupakan kenikmatan. Kesengsaraan bukanlah penghinaan.
Rumi mencontohkan kacang buncis yang direbus. Ketika air mendidih, buncis melompat-lompat ke permukaan air, merintih kesakitan. Kepada orang yang merebusnya dia bertanya; “Kenapa kau menyiksaku seperti ini?”
“Aku tidak menyiksamu. Aku merebusmu kerana aku mencintaimu. Dengan cara ini engkau akan terasa lezat dan bergizi !”
Rumi sendiri merasa dikuasai oleh Cinta yang amat dahsyat. Cinta sedemikian rupa bagai magnet yang menarik jiwanya bukan saja untuk mendekat, melainkan untuk menyatu sepadu-padunya. Dalam pada itu, api Cinta berkobar-kobar dalam hatinya siang-malam, membakar jiwanya dengan api rindu yang tidak tertahankan.
Dan dia percaya kematian adalah jalan menuju Cinta hakini dan abadi;
‘Jika engkau lihat iring-iringan pembawa jenazahku lewat, jangan berkata; “Dia telah pergi! Dia telah pergi selamanya!” Saat itu bagiku adalah saat bersatu dan berhadapan muka.”
“Ketika jenazahku engkau baringkan ke dalam kubur, jangan berkata; “Selamat jalan! Selamat jalan!” Kuburan hanyalah tirai pembatas sebelum bersatu lagi dengan Syurga….”
Tetapi, sejauh itu Rumi sesungguhnya tidak yakin dengan pandangannya sendiri tentang Cinta. Dia meragukan kemampuan akal dan fikiran dalam memahami Cinta, bahkan meragukan pula pemahamannya melalui imaginasi kreatifnya yang amat kaya.
Yang dia yakini hanya bahawa Cinta pada akhirnya akan membimbing kita ke hadirat-Nya. Menurut Rumi, Cinta sendirilah yang dapat menerangkan apa itu Cinta.
Bukankah seperti matahari, hanya matahari itu sendiri dapat menjelaskan apa itu matahari. Dengan kata lain, apa pun rumusan tentang Cinta sejati bagaimanapun bersifat relatif belaka. Yang memahami dengan kata sebenar-benar Cinta hanyalah Cinta itu sendiri.
------
Puisi-Puisi Cinta Jalaluddin Rumi:
1
Aku bukanlah orang Nasrani, Aku bukanlah orang Yahudi, Aku bukanlah orang Majusi, dan Aku bukanlah orang Islam. Keluarlah, lampaui gagasan sempitmu tentang benar dan salah. Sehingga kita dapat bertemu dalam “Suatu Ruang Murni” tanpa dibatasi berbagai prasangka atau fikiran yang gelisah.
2
Dalam terang-Mu aku belajar mencintai. Dalam keindahan-Mu aku belajar menulis puisi. Kau sentiasa menari dalam hatiku, meski tiada seorang yang melihat-Mu, dan terkadang aku pun ikut menari bersama-Mu. Dan, sungguh, “Penglihatan Agung” inilah yang menjadi inti dari seniku.
3
Hakikat Yang Maha Pengasih hadir secara langsung laksana sinar matahari yang menerangi bumi. Namun, kasih-Nya tiada berasal dari berbagai bentuk yang ada di bumi. Kasih-Nya melampaui setiap bentuk yang ada di bumi, sebab bumi ini dan segala isinya tercipta sebagai perwujudan dari kasih-Nya.
4
Jika engkau ingin melihat wajah-Nya, maka lihatlah pada wajah sahabatmu tercinta.
5
Sekian lama aku berteriak memanggil nama-Mu sambil terus-menerus mengetuk pintu rumah-Mu. Ketika pintu itu terbuka, aku pun terhenyak dan mulai menyadari sesungguhnya selama ini aku telah mengetuk pintu dari dalam rumahku sendiri.
6
Demi Allah, ketika engkau melihat jati dirimu sebagai Yang Maha Indah, maka engkau pun akan menyembah dirimu sendiri.
7
Di mana sahaja engkau berada, apa pun keadaanmu, cubalah selalu menjadi seorang pecinta yang sentiasa dimabuk oleh kasih-Nya. Sekali engkau dikuasai oleh kasih-Nya, maka engkau akan hidup menjadi seorang pecinta yang hidup bagaikan dalam pusara. Dan engkau akan tetap hidup hingga hari kebangkitan itu tiba, lantas engkau pun akan dibawa ke dalam syurga dan hidup kekal selamanya. Namun, jika engkau belum menjadi seorang pecinta, maka pada hari pembalasan seluruh pahalamu tidak akan dihitung.
8
Pada Hari Kebangkitan, orang-orang akan berjalan secara berperingkat. Di depan-Mu, mereka akan menggigil dengan wajah pucat kerana ketakutan. Maka, aku akan memeluk kasih-Mu dan berkata kepada mereka: “Mintalah apa sahaja; mintalah atas namaku.”
9
Ketika aku mati sebagai manusia, maka para malaikat akan datang dan mengajakku terbang ke langit tertinggi. Dan ketika aku mati sebagai malaikat, maka siapa yang akan mendatangiku? Engkau tidak akan pernah dapat membayangkannya!
10
Hari ini, seperti hari lainnya, kita terjaga dengan perasaan hampa dan ketakutan. Namun, janganlah tergesa melarikan diri dari kenyataan pahit ini dengan pergi berdoa atau membaca kitab suci. Lepaskan semua tindakan yang berasal ketidaksadaran diri. Biarkan keindahan Sang Kekasih menjelma dalam setiap tindakan kita. Ada beratus jalan untuk berlutut dan bersujud kepada-Nya.
11
Diamlah! Cinta adalah sebutir permata yang tidak bisa kau lemparkan sembarangan umpama sebutir batu.
12
“Mintalah sesuatu kepada-Ku,” begitu Kau berkata suatu ketika. Aku tertawa dan berkata: “Aku telah cukup bersama-Mu. Tanpa kehadiran-Mu, seluruh dunia ini hanyalah sebatang kayu yang mengapung dan terombang ambing di samudera-Mu.”
13
Yakinlah, di Jalan-Cinta itu: Tuhan akan selalu bersama-Mu.
14
Tak ada pilihan lain bagi jiwa, selain untuk mengasihi. Namun, pertama kali jiwa harus merangkak dan merayap di antara kaki para pecinta. Hanya para pecinta yang dapat lepas dari perangkap dunia dan akhirat. Hanya hati yang dipenuhi dengan cinta yang dapat menjangkau langit tertinggi. Bunga mawar kemuliaan hanya dapat bersemi di dalam hati para pecinta.
15
Segalanya yang engkau lihat mempunyai akarnya dalam dunia yang tak terlihat. Bentuk akan berubah, namun intisarinya tetaplah sama.
16
Ketika sedih, aku bersinar bagaikan bintang pagi. Ketika patah hati, hakikatku justeru tersingkap sendiri. Ketika aku diam dan tenang seperti bumi, tangisku bagaikan guntur yang menggigilkan syurga di langit tertinggi.
17
Hati manusia selalu terbuka dan dapat menerima segalanya: semua yang baik dan buruk menjadi bahagian dari Sufi.
18
Aku kehilangan duniaku, ketenaranku, dan pikiranku. Ketika matahari terbit, maka semua bayang-bayang lenyap. Aku berlari mendahului bayang-bayang tubuhku yang lenyap saat aku berlari. Namun, cahaya matahari itu berlari mendahuluiku dan memburuku, hingga aku pun terjatuh dan bersujud pasrah ditelan samudera kilau-Nya yang mempesona.
19
Aku ingin melihat wajah-Mu pada sebatang pohon, pada matahari pagi, dan pada langit yang tanpa warna.
20
Kerana Cinta segalanya menjadi ada. Dan hanya kerana Cinta pula, maka ketiadaan nampak sebagai keberadaan.
21
Badan ini hanyalah suatu cermin syurga. Energinya membuat para malaikat cemburu. Kemurniannya membuat malaikat terkejut. Dan Iblis yang berdiam di urat-urat syarafmu pun menggigil takut.
22
Engkau lebih mahal dibanding surga dan bumi. Apa yang bisa kukatakan lagi? Engkau tidak mengetahui bahawa selama ini segala yang berharga telah menjadi milikmu. Janganlah menjual dirimu dengan harga murah, sesungguhnya dirimu sangatlah mahal di mata Tuhan.
23
Cintaku pada-Nya adalah hakikat jiwaku. Hidupku adalah gelora yang selalu merindukan-Nya. Aku hidup seperti seorang pengembara, aku tidak pernah menetap di tempat yang sama, namun setiap malam aku selalu bernyanyi dan menari ditemani bintang-bintang di bawah langit yang sama.
24
Kematianku adalah perkawinanku dengan keabadian.
25
Meski aku terbakar habis, namun aku tetap tertawa, kerana abuku masih tetap hidup! Aku telah mati ribuan kali: namun abuku selalu menari dan lahir kembali dengan ribuan wajah baru.
26
Di gurun pasir tanpa batas, aku kehilangan jiwaku, dan menemukan bunga mawar ini.
27
Aku telah melihat wajah mulia Sang Raja. Dia adalah mata dan matahari surga. Dia adalah teman seperjalanan dan penyembuh semua mahluk. Dia adalah jiwa dan alam semesta yang melahirkan jiwa-jiwa. Dia menganugerahkan kebijaksanaan pada kebijaksanaan, kemurnian pada kemurnian. Dia adalah tikar solat bagi jiwa orang-orang suci. Setiap atom di tubuhku berlompatan sambari menangis dan berseru: “Terpujilah Tuhanku.”
28
Apa pun yang mereka katakan atau fikirkan, aku tetap ada di dalam Engkau, kerana aku adalah Engkau. Tidak seorang pun dapat memahami hal ini, sampai ia mampu melampaui pikirannya sendiri.
29
Jika engkau dapat bertemu dengan jati dirimu meski hanya sekali, maka rahsia dari segala rahsia akan terbuka bagimu. Wajah dari Yang Maha Tersembunyi, yang ada di luar alam semesta ini, akan nampak pada cermin persepsimu.
30
Setiap penglihatan tentang keindahan akan lenyap. Setiap perkataan yang manis akan memudar. Namun, janganlah engkau berputus asa, kerana mereka semua datang dari sumber yang sama, dari Keabadian. Masukilah Keabadian itu, maka kau akan melihat segala sesuatu tumbuh dan berkembang, memberi hidup baru dan kegembiraan baru bagimu.
31
Ayat-ayat Tuhan itu tersimpan di hati langit yang paling rahsia. Suatu hari, seperti hujan, ayat-ayat Tuhan itu akan jatuh dan menyebar, hingga misteri Keilahian akan tumbuh menghijau di seluruh dunia.
32
Jika engkau berputar mengelilingi matahari, maka engkau pun akan menjadi matahari. Jika engkau berputar mengelilingi seorang Guru, maka engkau pun akan bersatu dengan-Nya. Engkau akan menjadi sebutir permata, jika engkau menari mengelilingi-Ku. Dan engkau akan berkelip seperti emas, jika engkau menari mengelilingi-Nya.
33
Engkau hanya memerlukan aroma anggur, kerana makrifat akan menyala dengan sendirinya dari kesunyian hatimu setelah mencium aroma anggur itu, seperti juga nyala api akan tersilap dan berkobar dari aroma anggur! Bayangkan jika engkau adalah anggur itu sendiri.
34
Sufi adalah seorang lelaki atau seorang perempuan yang telah patah hati terhadap dunia.
35
Kekasih, beri aku kesempatan untuk selalu mengetahui bagaimana cara menyambut-Mu, dan nyalakan obor di tangan-Mu agar membakar habis rumah keegoan di dalam diriku.
36
Sembunyikan rahsia-Ku dalam harta karun jiwamu. Sembunyikan perasaan gembira itu dalam dirimu. Jika engkau menemukan Aku, maka sembunyikan Aku dalam hatimu. Sedarilah kemabukan ini sebagai Kebenaran Mutlak!
37
Ingatlah bahawa Nabi Muhammad pernah berkata: “Satu penglihatan tentang-Nya adalah suatu berkah yang tidak terhingga.” Setiap daun dari sebatang pohon membawa seuntai firman dari dunia yang tidak terlihat. Lihatlah, tiap-tiap daun yang jatuh ke tanah sebagai suatu berkah dari-Nya. Segala sesuatu di alam ini sentiasa menari dalam harmoni, bernyanyi tanpa lidah, dan mendengar tanpa telinga, ya, semua itu adalah berkah yang tidak terhingga dari-Nya.
38
Isi aku dengan anggur dari hening-Mu, biarkan anggur itu merendam pori-poriku, hingga Keindahan dari Yang Maha Agung akan terungkap kepadaku. Inilah erti berkah bagiku!
39
Jika engkau mendefinisikan dan membatasi “Aku” dengan berbagai konsepmu, maka engkau akan kelaparan dengan dirimu sendiri. Lalu “Aku” pun akan jatuh ke dalam suatu kotak yang terbuat dari kata-kata, dan kotak itu adalah peti mayatmu sendiri.
40
Aku tidak tahu siapa sebenarnya “Aku”. Tetapi, ketika aku berjalan ke dalam diriku, maka aku pun terkejut: ternyata “Aku” adalah suara milik-Mu, gema yang terpantul dari “Dinding-Keilahian”.
41
Jati diri kita adalah Cahaya. Cinta-Ilahi adalah Matahari Keagungan. Sinar-Nya adalah firman. Dan mahluk adalah bayang-bayang-Nya.
42
Perkecillah dirimu, maka engkau akan tumbuh lebih besar daripada dunia. Tiadakan dirimu, maka Jatidirimu akan terungkap tanpa kata-kata.
43
Ketika kami mati, jangan cari pusara kami di bumi. Tetapi, temukan di dalam hati para pecinta.
44
Ketika fikiran dilampaui, maka keindahan cinta pun datang menghampiri, berjalan dengan anggun, serta membawa secangkir anggur di tangannya. Ketika cinta dilampaui, maka Yang Maha Esa pun datang menghampiri. Ia adalah Zat yang tidak dapat diuraikan dengan kata-kata dan hanya bisa disebut sebagai “Itu”.
45
Setiap orang yang tinggal jauh dari sumber-Nya, dari Jatidirinya, maka ia akan selalu rindu untuk kembali ke masa ketika ia masih dipersatukan dengan-Nya.
46
Syurga dibuat dari asap hati yang terbakar habis. Dan mereka yang diberkahi Tuhan adalah orang yang hatinya telah terbakar habis.
47
Awan-awan berada dalam keheningan meski penuh dengan berjuta kilat. Cinta akan memberi kelahiran baru bagi para filsuf berkepala batu. Jiwaku adalah ombak dalam samudera kemuliaan-Mu. Dan dalam keheningan, alam semesta beserta segala isinya tenggelam di dasar samudera kemuliaan-Mu.
48
Manusia ibarat suatu rumah tamu. Setiap pagi selalu sahaja ada tamu baru yang datang: kegembiraan, kesedihan, atau pun keburukan; lalu kesedaran sesaat datang sebagai seorang tamu yang tidak diduga. Sambut dan hibur mereka semua, sekalipun mereka semua hanya membawa dukacita. Sambut dan hibur mereka semua, sekalipun mereka semua dengan kasar menyapu dan mengosongkan isi rumahmu. Perlakukan setiap tamu dengan hormat, kerana mereka semua mungkin adalah para utusan Tuhan yang akan mengisi rumahmu dengan beberapa kesenangan baru. Jika engkau bertemu dengan fikiran yang gelap atau kedengkian atau beberapa prasangka yang memalukan, maka tertawalah bersama mereka dan undanglah mereka masuk ke dalam rumahmu. Berterimakasihlah untuk setiap tamu yang datang ke rumahmu, kerana mereka telah dikirim oleh-Nya sebagai pemandumu.
49
Saat engkau datang ke dunia ini, suatu tangga telah ditempatkan di depanmu, dan tangga itu akan mengantarmu kepada-Nya. Dari bumi ini, engkau pun naik menjadi tumbuhan. Dari tumbuhan kau pun naik menjadi haiwan. Setelah itu engkau pun naik menjadi manusia, mahluk yang mewarisi pengetahuan melalui akal dan iman. Lihatlah, tubuhmu merupakan turunan dari debu, tetapi bagaimana bisa tubuhmu menjadi begitu sempurna? Lalu, mengapa engkau takut dengan kematian? Ketika engkau berhasil melampaui bentuk manusia ini, maka tidak diragukan lagi engkau akan menjadi malaikat dan membumbung melampaui lapisan-lapisan langit tertinggi. Tetapi, janganlah berhenti di sana, bahkan badan surgawimu itu akan tetap tumbuh menjadi tua, lampaui lagi syurga itu dan melompatlah ke dalam “Samudera Kesadaran Yang Maha Luas”. Biarkan dirimu–yang bagaikan setetes air itu, menjelma seratus samudera. Tetapi, jangan berfikir bahawa hanya setetes air itulah yang telah menjelma samudera, sebab samudera juga telah menjadi setetes air.
50
Sssttt! Diamlah! Dengarkan suara dalam dirimu. Ingatlah firman pertama-Nya: “Kita melampaui setiap kata.”
Puisi-puisi Rumi di atas diterjemahkan dari sumber yang berasal dari buku “The Way of Passion, a Celebration of Rumi”.
Di sini kita diingatkan pada salah satu nama Allah dalam ‘Asmaul Husna‘, iaitu Al-Wadûd (Maha Pencinta). Sebagai Maha Pencinta, Allah pastilah memercikkan sebahagian api cinta-Nya kepada manusia. Kerana api Cinta yang tumbuh dalam jiwa manusia berasal dari-Nya, maka ia sentiasa mengarahkan dirinya ke tempat asalnya.
Dalam erti itu maka Allah sekaligus adalah Yang Dicintai. Pada puncaknya, Allah sesungguhnya tidak lain dan tidak bukan adalah cinta abadi yang sejati, yang sentiasa memancarkan diri-Nya kepada seluruh makhluk-Nya.

[ Sumber dari Jalaludin Ar Rumi /  teratakmas ]

Share on Google Plus

About roslanTv Tarekat

Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis autem vel eum iriure dolor in hendrerit in vulputate velit esse molestie consequat, vel illum dolore eu feugiat nulla facilisis at vero eros et accumsan et iusto odio dignissim qui blandit praesent luptatum zzril delenit augue duis.

0 comments:

Catat Ulasan