Al-Hallaj (244-309H).


Al-Hallaj (244-309H).

Abul Mughits al-Husain bin Manshur al-Hallaj merupakan tokoh yang paling kontroversial dalam sejarah mistisisme Islam. Ia lahir kira-kira tahun 244 H/858 M di dekat kota al-Baiza’ Propinsi Fars. Al-Hallaj sangat sering melakukan pengembaraan, mula-mula ke Tustar dan Baghdad, kemudian ke Mekkah, dan setelah itu ke Khuziztan, Khurasan, Transoxiana, Sistan, India dan Turkistan.Ia menulis beberapa buah buku dan syair-syair yang banyak jumlahnya. Di dalam legenda Muslim, al-Hallaj terkenal sebagai pengasas dari seorang pencinta yang mabuk dan tergila-gila kepada Allah.

Kisah kehidupan:

“Ana Al-Haqq (akulah kebenaran)”, begitulah ucapan populer yang didengungkan Al-Hallaj. Atas ucapan itu pula, ia menerima hukuman di tiang gantungan dengan cara yang tak wajar. Al-Hallaj dianggap menyebar ajaran sesat sehingga ia pantas menerima hukuman mati. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Al-Hallaj dihukum mati dengan cara dipotong tangan dan kepalanya saat Dinasti Abbasiyah berkuasa. Anehnya, percikan darahnya membentuk lafazh Allah di tanah.Al-Hallaj merupakan sufi yang terkenal, dan saat ini pun pemikirannya mengenai kebenaran hakiki patut kita kenal. Sebab, Al-Hallaj, begitu pula Al-Bushtami, mencari jalan cinta yang berliku dan penuh tantangan dengan menyatukan cinta ke dalam dirinya.
Walaupun dihukum karena keberaniannya menyingkap segala rahasia dan meresahkan masyarakat awam, para pengikut Al-Hallaj tetaplah banyak. Syekh Siti Jenar, seorang sufi kontroversi asal Indonesia semasa Wali Songo, juga mengaplikasikan pemahaman Al-Haqq sebagaimana diajarkan Al-Hallaj. Syekh Siti Jenar yang hidup ratusan tahun setelah Al-Hallaj mendapatkan perlakuan serupa sebagaimana diterima Al-Hallaj, yakni dihukum mati.

Seperti sufi lainnya, Al-Hallaj tidak serta merta menyatu dengan cinta-Nya tanpa mengenal syariat. Sebelum mencapai hakikat makrifat, Al-Hallaj telah menempa diri dengan berbagai disiplin ilmu agama seperti fiqh, nahwu saraf (tata bahasa Arab), tafsir, hadits, dan lainnya. Al-Hallaj pun hingga akhir hayatnya masih menjalankan hukum syariat secara ketat. Tidak hanya itu, sepanjang hidupnya, Al-Hallaj telah menunaikan haji sebanyak tiga kali.

Adanya anggapan bahwa Al-Hallaj ialah ahli bid’ah hingga kafir karena tidak menjalankan hukum syariat tidaklah benar. Ibadah-ibadah yang dilakukannya tak pernah ditampakkan kepada masyarakat. Ajaran-ajaran Al-Hallaj tentang dunia makrifat memang terkesan menyalahi syariat. Karena itu, para ulama pada masa itu khawatir bila ajaran Al-Hallaj ditelan mentah-mentah oleh masyarakat awam yang seharusnya belajar syariat dulu, tetapi malah langsung ke tasawuf. Sebagaimana sufi kebanyakan, Al-Hallaj mengembara dari satu tempat ke tempat lain untuk kulakan ilmu. Sejak belia, ia telah senang belajar ilmu dari satu syekh ke syekh yang lain. Pada usia belia, Al-Hallaj sudah hafal al-Qur’an. Ia mendalami fiqh, tafsir, hadits, dan tasawuf ke berbagai ulama. Kecenderungan pemahamannya bermadzhab Hambali. Di bidang tasawuf, ia mengalami peningkatan sejak belajar pada Sahl bin Abdullah at-Tusturi, Amir Makki, Abu Ya’kub al-Aqtha, dan ulama sufi kesohor lainnya.


Jalan kesufian: Tergila-gila pada Sang Kekasih

Mengenal konsep ittihad (persatuan), hulul (penyerapan), dan wahdatul wujud yang diajarkan Al-Hallaj, kita akan mengetahui dan tentu dapat merasakan kedalaman cinta. Menurut berbagai sumber, konsep cinta Al-Hallaj lebih dekat pada hulul. Konsep ittihad lebih mengarah pada pandangan tasawuf ala Al-Bushtami. Sedangkan wahdahtul wujud (menyatunya Tuhan dengan hamba yang telah mencapai titik hakikat atau suci) menjadi kajian Ibnu ‘Arabi. Adapun konsep ma’rifah atau makrifat lebih mengarah pada pandangan Al-Ghazali yang merasakan cinta “hanya” karena melihat wajah-Nya. Konsep-konsep seperti itu cukup rumit jika kita tidak mempelajari ilmu tasawuf dari dasar. Secara teoretis tampak membingungkan, tetapi para praktiknya segala konsep ulama tasawuf itu mengerucut pada pengetahuan diri sendiri untuk mengetahui Tuhan. Dengan alur seperti itu, akan diperoleh “penyatuan” dua cinta dalam satu cinta.

Konsep hulul yang diterapkan Al-Hallaj menyerap ke seluruhan bagian objek yang dapat menerimanya atau secara teoretis disebut infusion. Hulul bagi Al-Hallaj ialah penyerapan energi ketuhanan ke tubuh manusia. Seseorang yang berada pada level ini biasanya terlebih dahulu sudah menjadi manusia “suci” dari muslimin (bertauhid), mukminin (beriman), shalihin (menjadi orang shalih), hingga muqarrabin (orang yang selalu dekat pada-Nya). Hingga kemudian akhirnya ruh ketuhanan atau disebutlahut menyerap ke dalam ruh manusia yang disebut nasut.

Nah, ketika sudah begini, (sifat) manusia akan lenyap atau fana dan yang ada hanyalah sifat ketuhanan. Mengenai hal ini, Al-Hallaj berkata dalam karangannya, Tawasin, bahwa ruh ilahiah yang menyatu pada atau ke dalam ruhku (Al-Hallaj) seperti percampuran air anggur dengan air murni. Apa pun yang tersentuh atau disentuhnya, berarti juga tersentuh oleh ruh ilahiah. Kehendaknya ialah juga kehendak ilahiah. “Kau dan aku satu dalam segala hal,” begitu ungkapan Al-Hallaj. Hakikat hulul yang sudah mendarah daging kemudian menyebabkan Al-Hallaj tergila-gila dengan Tuhan. Begitulah anggapan ulama tasawuf pada masanya. Namun sebaliknya, masyarakat awam atau orang-orang yang membencinya lebih suka mengatakan Al-Hallaj telah murtad. Banyak orang “meremehkan” cintanya Al-Hallaj, tetapi tidak sedikit pula yang mendukungnya. Hampir semua ulama tasawuf pada masanya, memuji kedalaman cinta yang dimiliki Al-Hallaj. Tak hanya itu, kesungguhan Al-Hallaj dalam mencari kebenaran dan mengamalkan ajaran Islam dengan ketat juga mendapat apresiasi yang baik di kalangan ulama. Meskipun akhirnya ia dihukum mati, itu persoalan lain yang lebih mengarah pada kebijakan politis.

Mengenai mabuknya seorang sufi seperti Al-Hallaj ini, “Al-Buthi mengatakan bahwa hal itu terjadi karena adanya benturan antara cinta-Nya dan kelemahan pada diri pencinta. Manusia terbang untuk menggapai ridha Allah Swt. dengan kedua sayapnya; cinta dan penghambaan.(58)” Kemudian, gelora cinta-Nya membangkitkan Al-Hallaj melaksanakan hak-hak cinta dan penghambaan yang tulus.

Karya-karyanya:

Al-Hallaj juga dikenal sebagai pribadi yang produktif. Ia menulis kurang lebih empat puluhan kitab. Beberapa karangannya antara lain:

1. Al-Shaihur fi Naqshid Duhur,

2. Al Abad wa al-Mabud,

3. Kaifa Kana wa Kaifa Yakun,

4. Huwa Huwa,

5. Sirru al-Alam wa at-Tauhid,

6. Ath-Thawasin al-Azal, dan lainnya.

Walaupun banyak karya yang dihasilkan, tidak banyak orang yang mengkaji kitabnya kecuali untuk kepentingan akademis. Mengapa demikian? Lagi-lagi karena ketakutan beberapa kalangan, utamanya yang masih awam, terjerumus ke pemahaman dangkal tentang tauhid.

Wafat:

Al-Hallaj dijatuhi hukuman mati dan dihukum secara kejam pada tanggal 29 Zulkaidah 309 H atau 28 Maret 913.

________________________________________
Sumber:

1. Tadzkiratul Auliya’ – Fariduddin Attar

2. Surat Cinta Para Sufi – Mohammad Fathollah

3. (58)Said Ramadhan al-Buthy, Al-Quran Kitab Cinta (Jakarta: Hikmah, 2009), hlm. 67.

(Konsep ittihad (penyatuan) dan hulul (penyerapan) perlunya penjelasan yang terperinci oleh imam² mujtahid guru² yang murshid banyak pendapat ulama berbeza pendapat tentang hal ini agar tidak terkeluar daripada akidah² ahlulsunnahwaljammah penjelasan tentang konsep ittihad dan hulul diatas hanya sebagai penjelasan teori untuk sebagai peringatan pembaca agar tidak salah memahami konsep ini)
Share on Google Plus

About roslanTv Tarekat

Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis autem vel eum iriure dolor in hendrerit in vulputate velit esse molestie consequat, vel illum dolore eu feugiat nulla facilisis at vero eros et accumsan et iusto odio dignissim qui blandit praesent luptatum zzril delenit augue duis.

0 comments:

Catat Ulasan