AYAT TABLIGH

 

AYAT TABLIGH
(Khutbah terakhir Nabi saw di GHADIR KHUM, berdasarkan riwayat Ahlu Sunnah)
Allah berfirman:"Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan hepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia."
(QS.AL-Maidah(5):67)
Para perawi hadis dari kalangan Ahlus sunnah dan Syiah bersepakat bahwa ayat yang mulia ini diturunkan di Ghadir Khum dalam haji Wada' dan dalam masa-masa terakhir kehidupan Nabi saw.
Atmosfir ayat ini penuh dengan suasana yang tiada bandingannya; di dalamnya terdapat ancaman dengan menggunakan kata-kata yang keras dan memuat suatu perintah yang sangat penting. Yakni, ketika risalah yang telah diemban oleh Rasulullah saw dan beliau telah menyampaikannya kepada umat manusia selama 23 tahun, tiba-tiba bergantung pada sebuah perintah yang harus beliau sampaikan kepada umatnya.
Ayat ini diturunkan pada hari-hari terakhir kehidupan yang mulia Rasulullah saw, atau kurang lebih sebelum 70 hari dari kewafatan beliau.
Perjalanan hidup Rasulullah saw dengan segala liku-likunya yang tajam dan berbahaya benar-benar mengungkapkan keberanian beliau yang luar biasa. Beliau sedikitpun tidak pernah merasakan gentar atau takut dalam menghadapi setiap kekuatan yang memusuhi beliau. Beliau maju bergerak menyampaikan kalimat Allah sehingga berhasil membersihkan semenanjung Arab dari penyembahan berhala dan mulai dengan kejayaan Islam yang gemilang. Dalam kondisi seperti ini, dan pada saat orang-orang berbondong-bondong masuk ke dalam agama Islam, ternyata bahaya masih tetap mengancam masa depan dan persatuan kaum Muslim, Oleh karena itu, kita mendapatkan bahwa Rasulullah saw tampak dalam batasan tertentu, masih ragu-ragu mengumumkan perintah Allah yang terakhir.
Yang pasti, Nabi saw sama sekali tidak khawatir terhadap bahaya yang mengancam keselamatan pribadinya. Rasulullah saw, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ali bin Abu Thalib as, adalah 'apabila peperangan berkecamuk hebat atau sedang sengit-sengitnya, maka orang-orang Islam mencari perlindungan kepada beliau'.
Jadi sesungguhnya pengumuman dari langit ini adalah berkenan dengan penunjukkan Khalifah sepeninggal beliau saw. Inilah yang akan dapat mengguncangkan keimanan sebagian orang yang ruh kesukuan dan pandangan jahiliah masih bercokol dalam dada mereka. Bisa jadi mereka akan mengatakan bahwa Rasulullah saw berusaha untuk mendirikan kerajaan yang besar bagi keluarganya dan sukunya (Bani Hasyim). Oleh karena itu turunlah ayat di atas yang menenangkan hati beliau, yaitu bahwasannya Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (OS.AL-Maidah(5):67).
Penegasan Allah kepada Nabi-Nya dalam menyampaikan risalah, dan mengancamnya apabila ia tidak melakukan apa yang diperintahkan, maka seakan-akan ia tidak menyampaikan sesuatupun dari risalahnya. Ini adalah bentuk perbandingan yang sangat jelas dan menunjukkan bahwa perkara tersebut sangat penting seperti halnya risalah, karena kedudukan khilafah dan wilayah adalah setelah kedudukan risalah dan kenabian.
Walhasil tidak ada jalan bagi Rasulullah saw kecuali beliau memerintahkan orang-orang Islam (para sahabat beliau) untuk berhenti di sebuah lembah yang dikenal dengan "Ghadir Khum" (18 Dzulhijah 10H). Beliau menyuruh kafilah dan jama'ah yang berjumlah lebih dari 100.000 orang itu, harus berhenti di tempat yang luas tsb dalam kondisi yang sangat panas. Kemudian menyuruh kembali ke belakang orang yang mendahuluinya serta menunggu orang yang tertinggal, sampai akhirnya terkumpul semua orang yang bersama beliau di bawah terik matahari, sehingga kebanyakan dari orang-orang yang hadir tsb mengulurkan kainnya di atas tanah di bawah kedua telapak kakinya untuk mencegah panasnya gurun pasir. Mereka duduk di bawah unta mereka, agar terlindung dari sengatan matahari yang amat terik. Kemudian Nabi naik ke atas mimbar yang mereka buat dari pelana unta, selanjutnya beliau berkhutbah.
Dari sekian banyak riwayat-riwayat tentang Khutbah beliau saw di Ghadir Khum, kita pilih riwayat dari al-Hafidz Abi Ja'far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, dia mengeluarkan riwayat tersebut beserta dengan sanadnya di dalam kitab ""al-Wilayah fi Thuruq Ahadits al-Ghadir", yang bunyi teksnya sebagai berikut:
"Dari Zaid bin Arqam yang berkata, 'Ketika Rasulullah saw sampai di Ghadir Khum, di dalam perjalanan kembalinya dari hají wada'; ketika itu waktu dhuha, sementara cuaca sangat panas sekali, Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya untuk bernaung di pepohonan. Kemudian Rasulullah saw menyerukan salat berjamaah. Maka kami pun berkumpul, lalu Rasulullah saw menyampaikan sebuah khutbah yang indah.
Rasulullah saw berkata: "Sesungguhnya Allah Swt telah menurunkan ayat "Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.", Sesungguhnya aku telah diperlihatkan oleh Allah melalui Jibril supaya berdiri di tempat keramaian ini, dan memberitahukan (bangsa) putih dan hitam bahwa Ali bin Abi Thalib adalah saudaraku, dan imam ampunan bagiku kepada Tuhanku, karena yang bertakwa dan betapa banyaknya orang-orang yang mengganggu serta mencemoohku karena seringnya aku bersama Ali dan memberikan perhatian yang lebih kepadanya, sehingga mereka menyebutku sebagai 'udzun' (orang yang tidak teliti dan cacat percaya pada setiap berita yang didengarnya). Sehingga Allah berfirman, "Di antara mereka ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan, 'Nabi mempercayai semua yang didengarnya'. Katakanlah, 'Ia mempercayai semua yang baik bagimu'.
Seandainya aku mau sebutkan nama-nama mereka niscaya akan aku sebutkan, dan seandainya aku mau tunjukkan wajah-wajah mereka niscaya akan aku tunjukkan. Namun aku berketetapan hati merahasiakan nama-nama mereka, dan aku terus bersikap bersahabat terhadap mereka. Namun demikian, Allah tetap mendesakkan dan tidak akan rela padaku melainkan aku sampaikan apa yang diturunkan-Nya kepadaku.
Ketahuilah wahai manusia, sesungguhnya Allah telah menetapkan Ali sebagai wali dan imam kamu, dan telah mewajibkan kepada setiap orang darimu untuk mentaatinya. Sah keputusan hukum yang diambilnya, dan berlaku kata-katanya. Terlaknat orang yang menentangnya, dan memperoleh rahmat orang yang mempercayainya.
Dengarlah dan patuhilah, sesungguhnya Allah adalah Tuhanmu dan Ali adalah pemimpinmu. Kemudian ke"imamahan" dan kepemimpinan (berikutnya) ada pada keturunan yang berasal dari tulang sulbinya, sehingga tiba hari klamat.
Sesungguhnya tidak ada yang halal kecuali apa yang telah dihalalkan oleh Allah, Rasul-Nya dan mereka, dan tidak ada yang haram kecuali apa yang telah diharamkan oleh Allah, Rasul-Nya dan mereka.
Tidak ada satu ilmu pun kecuali telah Allah tetapkan dan pindahkan hepada mereka. Maka oleh karena itu janganlah kamu berpaling darinya, dan Janganlah kamu bersikap sombong dan enggan menerima kepemimpinannya. Karena dialah orang yang akan menunjukan kepemimpinannya. Karena dialah orang yang akan menunjukkan kebenaran dan mengamalkannya. Allah tidak ajan mengampuni orang-orang yang mengingkari wilayah' dan kepemimpinannya, dan tidak ajan pernah memaafkannya sekall-kali. Sesungguh, Allah telah memastikan diri-Nya untuk melakujan itu bagi mereka yang menentang azab yang amat pedih selama-lamanya.
Dia adalah manusia yang paling utama setelahku. Karena kamilah kemudian Allah turunkan rezeki-Nya (kepada kamu) dan (karena jami juga maka) seluruh mahkluk memperoleh kehidupan. Sungguh terkutuk orang yang menentangnya. Ucapanku ini berasal dari Jibril, dan Jibril dari Allah Swt. Karena itu hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang akan disiapkan untuk hari esok.
Pahamilah ayat-ayat Muhkamat al-Quran, dan janganlah kamu ikuti (secara (lahiriyyah) makna ayat-ayat mutasyabihat-nya. Tidak akan ada orang yang bisa menerangkan tafsirnya kepadamu melainkan orang yang aku pegang tangannya, yang aku naikkan dia ke sisiku dan yang aku angkat lengannya.
Kini aku umumkan, "Barangsiapa yang aku sebagai pemimpinnya maka inilah Ali pemimpinnya'. Perintah untuk mengangkatnya sebagai pemimpin ini adalah berasal dari Allah Swt yang telah diturunkan kepadaku. Ingatlah..!, sungguh aku telah tunaikan (perintah ini). Ingatlah, sungguh aku telah sampaikan. Ingatlah...! sungguh aku telah perdengarkan. Ingatlah., sungguh aku telah jelaskan.
Tidak diperkenankan siapapun menyandang gelar 'Amirul Mukminin' (pemimpin orang-orang yang beriman) sepeninggalku selain dia.
Kemudian Rasulullah saw mengangkatnya tinggi-tinggi, sebegitu tingginya sehingga kakinya sejajar dengan lutut Rasulullah saw, kemudian Rasulullah saw berkata; "Wahai manusia.!, ini adalah Ali, saudaraku dan washi-ku, pemelihara ilmu-ku, khalifahku bagi orang yang beriman kepadaku dan wakilku dalam menafsirkan Kitab Allah Azza Wa Jalla".
Pada riwayat lain disebutkan, "Ya Allah, tolonglah orang yang menolongnya, perangilah orang yang memeranginya, kutuklah orang mengingkarinya dan murkailah orang yang mengingkari haknya".
Setelah selesai kutbah, kemudian beliau memerintahkan orang-orang yang hadir tersebut dengan sabdanya, "Berilah selamat kepada Ali atas kepemimpinannya terhadap kaum Muslimin, dan taatlah kamu sekalian kepadanya.
"Lalu datanglah para pembesar sahabat Rasulullah saw seraya memberikan ucapan selamat kepada Ali as.
Kemudian Umar bin Khaththab menjumpai Ali setelah itu, dan berkata kepadanya, "Selamat bagimu wahai Ali ibn Thalib, enghau telah menjadi Amirul Mukminin".
(Reff Ahlusunnah:
Yang meriwayatkan ucapan Umar ini antara lain adalah:
- Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya, juz.4 hlm.28;
- Mir Ali al-Hamdani al-Syafil dalam "Mawaddah al-Qurba" pada bab "Mawaddah" kelima;
- al-Hafizh al-Qunduzi dalam "Yanabi' al-Mawaddah" bab;
- al-Hafizh Abu Naim dalam Hilyatu al-Awliya';
mereka meriwayatkannya dengan sedikit perbedaan dalam lafaznya, sedangkan maknanya tetap sama).
UCAPAN SELAMAT DARI UMAR BIN KHATHTHAB TERHADAP ALI:
Riwayat ucapan Umar atas pengangkatan Ali ibn Abi Thalib sebagal penerus Rasulullah:
Umar bin Khaththab datang bersama jemaah menemui Ali, dan Umar berkata: "Alangkah bahagianya anda (hani'an laka) wahai Ibn Abi Thalib, anda menjadi maula setiap mu'min dan mu'minati!.
Di riwayat lain: "Beruntung anda (Bakhin, bakhin laka..) wahai Ibnu Abi Thalib.!.
Riwayat lain: "Beruntung ya Ali! (Bakhin ya Ali..) engkau menjadi maula kaum mu'min dan mu'minati!"
Ada dengan lafal: "Hani'an laka yabna Abi Thalib! Ashbahta wa amsaita maula kulli mu'minin wa mu'minat!" (Selamat bagimu, hai Ibnu Ibnu Abi Thalib, engkau telah menjadi maula setiap mu'minin dan mu'minat).
Ada dengan lafal: "Hani'an laka, ashbahta maulaya wa maula kull mu'minin wa mu'minat" (tanpa yabna Abi Thalib).
Ada: "Amsaita yabna Abi Thalib maula kull mu'minin wa mu'mlnat yang punya arti sama.
Ada: "Hani'an laka yabna Abl Thalb, ashbahta maulaya wa maula kulll mu'mlnin wa mu'minat" (Selamat ya Ibnu Abi Thalib, engkau telah menjadi maulaku dan maula setiap mu'min dan mu'minat).
Ada yang berlafal: "Bakhin, bakhin yabna Abi Thalib!, yang punya arti serupa. Ada pula dengan lafal: "Bakhin ya aba'l Hasan.!" (Selamat ya ayahnya Hasan).
Ada lagi: "Thuba laka ya abal Hasan.! (Beruntunglah anda, ya ayahnya Hasan).
Ada pula: "Bakhin, bakhin laka ya aba'l Hasan" (Selamat ya ayahnya Hasan)".
(Reff. Ahlu Sunnah: Iihat kitab "Stawahid at-Tanzil. jilid 1, hal. 101;
Untuk lafal terakhir lihat "Musnad Ahmad", jilid 4, hal. 281; Sunan Ibnu Majah, Bab Fadha'il Ali; Muhibbudin at-Thabari, "ar-Riyadh an-Nadhirah" hal. 169: Ibnu Kathir dalam Tarikh"-nya, jil. 5, hal. 210).
Kemudian belum sempat para kalifah haji berpencar dalam perjalanan pulang kenegerinya masing-masing, turunlah Jibril kepada Rasulullah saw dengan membawa firman Allah Ta'ala yang merupakan ayat terakhir:
"Pada hari ini, telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, telah Kucukupkan kepadamu nihmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu".
(QS.Al- Maidah(5):3)
Kemudian Nabi saw berseru "Allahu akbar.!! telah sempurna ajaran agama Islam, dicukupkannya nikmat dan atas keridhaan Allah terhadap risalahku, dan kepemimpinan Ali bin Abi Thalib setelahku."
Khutbah terakhir Rasulullah saw tersebut merupakan riwayat yang Mutawatir karena diriwayatkan oleh banyak para ahll sejarah, perawi hadis, tafsir dan ulama besar dari mahzab Ahlul Sunnah dan Syiah.
Refferensi dari Ahlu Sunnah antara lain:
1. Fakhrurrazi dalam tafsirnya "Mafatih al-Ghaib"; 2. Al-Tsa'labi dalam tafsirnya "Kasyfu al-Bayan";
3. Jalaluddin al-Suyuti dalam "al-Durr al-Mantsur"; 4. Al-Hafizh Abu Na'im dalam bab "Ma Nuzzila min al-Quran fi Al as" dalam kitab "Hilyatu al-Awliya";
5. Abu al-Hassan al-Wahidi al-Naisaburi dalam "Asbab al-Nuzul";
6. Al-Thabari dalam tafsirnya "al-Kabir";
7. Nizamuddin al-Naisaburi dalam tafsirnya "Ghara'ib al-Quran";
8. Ibnu Katsir al-Dimasyqi dalam Tarikh"-nya;
9. Muhammad bin Ismail al-Bukhari dalam "Tarikh-nya juz 1 hlmn.375;
10. Muslim bin al-Hajjaj dalam Sahíh-nya juz 2 hlm.325;
11. Abu Daud al-Sajastani dalam Sunan-nya;
12. Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya juz 4 him.281&371;
13. Abu Hamid al-Ghazali dalam kitabnya Sir al-'Alamin;
14. Ibnu Abdu al-Bar dalam "al-Isti'ab";
15. Muhammad bin Thalhah dalam "Mathalib al-Su'al";
16. Ibnu al-Maghazali dalam "al-Manaqib";
17. Ibnu al-Shibagh al-Maliki dalam kitabnya al-Fushul al-Muhimmah" hlm.24;
18. Al-Baghawi dalam "Mashabih al-Sunnah";
19. al-Khatib al-Khawarizmi dalam "al-Manaqib";
20. Ibnu al- Atsir al-Syaibani dalam "Jami'al-Ushul";
21. Al-Hafizh al-Nasa'i dalam al-Khasa'is" dan dalam "Sunan-nya;
22. Al-Hafizh Syaikh Sulaiman al-Hanafi al-Qunduzy dalam "Yanabi 'al-Mawaddah";
23. Ibnu Hajar yang terkenal fanatik, dalam "al-Shawa'iq al-Muhriqah", menyebutkan pada Bab 1 hal 25 cet. Al-Malmuniyyah-Mesir,ia mengatakan: "sesungguhnya itu adalah hadis sahih yang tidak diragukan lagi kekuatannya, karena banyak yang telah meriwayatkannya, seperti al-Turmudzi, al-Nasa'i dan Ahmad. Jalan periwayatan hadis ini banyak sekali, Ibnu Hajar menyebutkan hadis ini dalam kitabnya yang lain yaitu dalam "al-Minah al-Mulkiyah":
24. Al-Hafizh Muhammad bin Yazid, yang dikenal dengan Ibnu Majah al-Qozwaini dalam "Sunan"-nya;
25. Al-Hakim al-Naisaburri dalam "al-Mustadrak"-nya;
26. Al- Hafizh Sulaiman bin Ahmad al-Thabrani dalam "al-Awsath";
27. Ibnu al-Atsir al-Jizri dalam kitabnya "Usud al-Ghabah";
28. Sabath Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya "Tadzkiratu Khawashi al Ummah" hlm.17;
29. Ibnu Abdi Rabbah dalam "al-Aqdu al-Farid";
30. Jarullah al Zamaksyari dalam "Rabi al-Abrar";
31. Ibnu Asakir dalam "Tarikh al-Kabir";
32. Ibnu Abi al-Hadid dalam "Syarh Nahju al-Balaghah";
33. Ibnu Khaldun dalam "Mugaddimah"-nya;
34. Allamah al-Samhudi dalam "Jawahir al-Aqidaini";
35. Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya "Tahzibu al Tahzib dan dalam "Fathu al-Bari";
36. Abu Said al-Sajastani dalam kitabnya "al-Dirayah fi Hadits al-Wilayah";
37. Ubaidillah al-Khiskani, dalam kitab "Du'atal-Huda ila ada'ı haqqi al-Maula";
38, Allamah al-Abdari dalam "al-Jam'u baina al-Shihah al-Sittah";
39. Fakhrurrazi dalam kitab "al-Arba'in", berkata, "Umar bersepakat atas hadis yang mulia ini";
40. Allamah al-Muqbili dalam kitab "al-Ahdits al-Mutawattirah".
41. Al-Suyuthi dalam "Tarikh al-Khulafa";
42. Mir All al-Hamdani dalam kitab "Mawaddah al-Qurba";
43. Abu al-Fath al-Nathnazi dalam kitabnya "al-Khasha'ish al-Uluwiyyah";
44 Khawajih Varisa al-Bukhari dalam kitabnya "Fashlu al-Khithab";
45. Jamaluddin al-Syairazi dalam kitabnya "al-Arba'in";
46 Al-Munawi dalam "Faidh al-Qadir fi Syarht al-Jami' al-Shaghir";
47. Allamah al-Kinji dalam kitabrya drih el-Asma' wa al-Lughat": al-Thalib", bab pertama;
48. Allamah al-Nawawi dalam kitab "Tahdzib al-Asma wa al-Lughat";
49. Syaikh al-Islam al-Humawaini dalam "Fara'idh al-Samthin";
50. Al-Qadhi Ibnu Ruzbahan dalam kitab "Ibthalu al-Bathil"
51. Sysmsuddin al-Syarbani dalam "al-Siraj al-Munir";
52. Abu al-Fath al-Syahrastani sl-Syafi'i dslsm kitab "al-Milal wa al-Nihal";
53. Ibnu Asakir dalam "Tarikh al-Khabir";
54 Muttagi al-Hindi dalam kitabnya "Kanzu al-Ummal":
55. Syamsuddin al-Dimasyql dalam kitabnya "Asna al-Mathalib";
56 Hafizh Ibnu Ugbah dalam kitab "al-Wilayah";
57. DII
Apabila disebutkan sumber-sumber hadis lainnya mungkin bisa mencapai 300an sumber dari tokoh-tokoh ulama Ahlul Sunnah, mereka meriwayatkan hadis ini dari jalan yang bermacam-macam, dari lebih seratus sahabat Nabi saw.
Ibnu Hajar al-Asqalani, dia berkata di dalam kitabnya "Syarih Shahih al-Bukhari", adapun hadis "Barangsiapa yang aku sebagai pemimpinnya maka inilah Ali pemimpinnya" telah di keluarkan oleh Turmudzi dan Nasa'i. Hadis ini banyak sekali jalannya. Ibnu Uqdah telah memuat jalan-jalannya di dalam kitab tersendiri, dan mayoritas sanadnya adalah sahih dan hasan.
(Reff.: Fath al-Bari fi Syarh Shahih al-Bukhari, jld. 7, hal. 61).
Kitab yang diisyaratkan oleh Ibnu ini ialah kitab "al-Wilayah fi Thuruq Hadits al- Ghadir", karya Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Sa'id al-Hamadani, yaitu al-Hafidz yang terkenal dengan sebutan Ibnu Uqdah yang wafat pada tahun 333H. Ibnu Atsir banyak menukil darinya di dalam kitabnya "Usud al-Ghabah, dan begitu juga Ibnu Hajar al-Asqalani. Ibnu Hajar al- Asqalani juga menyebutkan di dalam kitab "Tahdzib at-Tahdzib" jld. 7, hal. 337, setelah menyebutkan hadis al-Ghadir. Dia berkata,
"Abul Abbas Ibnu Uqdah menshahihkannya dan menaruh perhatian kepada seluruh jalan-jalannya. Dia mengeluarkannya dari hadis tujuh puluh orang sahabat atau lebih".
Ibnu al-Maghazili asy-Syafi'i, setelah menyebutkan hadis wilayah bersama dengan sanadnya, dia berkata; Ini adalah hadis yang sahih dari Rasulullah saw. Kurang leblh seratus orang sahabat, termasuk di antaranya sepuluh orang yang dijamin masuk surga, telah meriwayatkan hadis Ghadir Khum dari Rasulullah. Hadis ini adalah hadis yang kokoh, yang saya tidak lihat ada kekurangannya. Hadis ini mengkhususkan keutamaan ini bagi Ali, dan tidak ada seorangpun yang menyertainya".
(Kitab "Manaqib Amirul Mukminin", hal. 26-27)
Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid ath-Thabari, penulis kitab "Tarikh Thabari", telah mengkhususkan sebuah kitab yang mengeluarkan hadis-hadis al-Ghadir. Penulis kitab "al-Umdah" telah menyebutkan hal itu dengan mengatakan, "Ibnu Jarir ath-Thabari, penulis kitab "Tarikh" telah menyebutkan hadis dari al-Ghadir beserta jalan-jalannya di dalam tujuh puluh lima jalan, dan dia mengkhususkan sebuah kitab untuk itu yang dinamakan dengan kitab "al-Wilayah". Di dalam "Syarah at-Tuhfah al-Alawiyyah", karya Muhammad bin Ismail disebutkan, "Al-Hafidz adz- Dzahabi telah mengatakan dalam kitab "Tadzkirah al-Huffadz, di dalam biografi hadis hadis "Barang siapa yang aku pemimpinnya", Muhammad in Jarir ath-Thabari telah menulis sebuah kitab tentangnya. Saya (adz-Dzahabi) memeriksanya, dan saya terkejut karena begitu banyak jalannya".
Ibnu Katsir juga telah menyebut kitab Ibnu Jarir di dalam kitab "Tarikh"-nya, "Sungguh, saya telah melihat sebuah kitab yang terhimpun di dalamnya hadis-hadis Ghadir Khum dalam dua jilid besar. (Tarikh Ibnu Katsir, jilid 11, hal. 147).
Al-Hafidz Abu Sa'id Mas'ud bin Nashir bin Abi Zaid as-Sajistani, yang wafat tahun 477H, mensahkan hadis Ghadir Khum di dalam kitabnya "ad-Dirayah fi Hadits al-Wilayah", di mana didalam 17 juznya terhimpun jalan-jalan al-Ghadir yang diriwayatkan dari 120 orang sahabat.
Mir Ali al-Hamdani (seorang faqih bermahzab Syafi'i dari kalangan ulama abad ke 8 hijriyah) menyebutkan dalam kitabnya Mawaddah al-Qurba pada bab Mawaddah yang kelima, ia meriwayatkan dari Umar bin Khattab bahwa ia berkata:"Rasulullah saw telah memberikan ketinggian ilmu kepada Ali, yaitu ketika beliau saw bersabda, "Barangsiapa menjadikan aku walinya, maka Ali adalah walinya, Ya Allah utamakanlah orang yang mengutamakannya; Musuhilah orang yang memusuhinya; Hinakanlah orang yang menghinakannya;Tolonglah arang yang menolongnya; Ya Allah Engkaulah saksiku atas mereka...'
Umar bin Khattab berkata, "Ya Rasulullah disampingku ada seorang pemuda yang tampan dan berbau harum. la mengatakan bepadaku, "Wahai Umar, Rasulullah telah membuat akad perjanjian, tidak ada yang akan melanggar kecuali orang munafiq," Kemudian Rasulullah memegang tanganku dan berkata, "Wahai Umar.! Sesungguhnya orang itu bukan dari keturunan Adam, akan tetapi dia adalah Jibril yang ingin memperkuat apa yang aku katakan kepada kamu sekalian tentang Ali as."
Khutbah terakhir Rasulullah saw ini tidak lagi memerlukan penjelasan, seorang yang berakal wajib merenunginya. Khutbah ini menunjukkan dengan jelas wajibnya mengikuti Imam Ali as, dan di dalamnya terdapat jawaban yang cukup atas orang yang mengatakan bahwa maksud dari kata "wali" adalah penolong atau pecinta. Karena petunjuk-petunjuk kontekstual dan verbal mencegah pengertian itu. Sungguh tidaklah masuk akal Rasulullah saw menahan sekumpulam manusia besar ini di bawah terik matahari yang sangat panas hanya untuk mengatakan kepada mereka bahwa inilah Ali, cintai dan tolonglah dia. Orang berakal mana yang mempertimbangkan arti ini.?? Dengan perkataan ini berarti dia telah menuduh Rasulullah saw telah melakukan sesuatu yang sia-sia. Sebagaimana ucapan yang tersurat juga memperkuat hal ini. Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib adalah saudaraku, washiku, khalifahku dan Imam sepeninggalku". Rasulullah juga telah bersabda, "Maka sesungguhnya Allah telah mengangkatnya sebagai pemimpin dan Imam bagi kamu, dan telah mewajibkan ketaatan kepadanya atas setiap orang...."
Urusan kepemimpinan bukanlah urusan yang sederhana. Seluruh ajaran Islam bersandar kepadanya. Bukankah Islam adalah ketundukan dan kepatuhan.?!.. Maka orang yang tidak tunduk kepada kepemimpinan Illahi dan tidak patuh kepada mereka di dalam seluruh perintahnya, apakah kita berhak menyebut dia sebagai seorang Muslim.?! Tentu tidak, karena jika tidak maka tentu terjadi 'tanaqudh' (pertentangan). Tindakan mengikuti kepemimpinan palsu dan tunduk kepadanya, al-Quran masukkan ke dalam kategori syirik. Allah Swt berfirman, "Mereka menjadikan orang-orang alim mereka dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah". (QS. At-Taubah: 31).
Mereka tidak menjadikan orang-orang alim mereka dan rahib-rahib mereka sebagai berhala-berhala yang disembah, melainkan rahib-rahib mereka itu menghalalkan bagi mereka apa-apa yang Allah haramkan dan mengharamkan bagi mereka apa-apa yang Allah halalkan. Demikian juga orang yang membangkang kepada kepemimpinan llahi, dia dianggap orang musyrik. Orang yang merenungi ayat di atas dengan kesadaran dan mata hati, niscaya akan terbuka baginya.
Allah Swt berfirman, "Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadaku dari Tuhanmu.." Ayat ini merupakan bagian dari surat al-Maidah, yang merupakan surat al-Quran terakhir, sebagaimana yang disebutkan di dalam Mustadrak al-Hakim. Lantas, perintah Illahi yang manakah ini, yang perbuatan tidak menyampaikannya berarti sama dengan tidak menyampaikan risalah sama sekali.?! Mau tidak mau pasti perintah Illahi tersebut merupakan substansi dan tujuan Islam. Yaitu ketundukkan kepada kepemimpinan Illahi dan kepatuhan kepada perintah-perintah-Nya. Jelas, perkara ini menciptakan ketidak relaan dari sebagian para sahabat. Sebagian besar dari mereka menolaknya. Oleh karena itu, di dalam sebuah riwayatnya Rasulullah saw berkata kepada Jibril, yang artínya, 'Sesungguhnya kami telah memerangi mereka selama dua puluh tiga tahun sehingga mereka mengakui kenabianku, lalu bagaimana mungkin mereka dapat menerima keimamahan Ali hanya dalam waktu sekejap'. Dari sinilah kemudian datang firman Allah yang berbunyi, "Dan Allah menjaga kamu dari (gangguan) manusia.."
Dengan adanya riwayat dan hadis seperti diatas yang telah disepakati oleh para Ulama dari Sunnah wal Jama'ah dan Syiah sebagai hadis yang Mutawatir, namun pada kenyataannya yang terjadi adalah setelah Rasulullah saw wafat bukanlah Ali bin Abu Thalib as yang menjadi pengganti Rasulullah saw, tapi Abu Bakar, kemudian diteruskan oleh Umar bin Khattab dan Usman bin Affan. Bagaimana bisa terjadi, Sunatullah yang berupa wasiat Rasul saw tersebut tidak terlaksana.???

[ Sumber dari Iqbal Prawira DelarozaPECINTA AHLULBAIT ]


Share on Google Plus

About roslanTv Tarekat

Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis autem vel eum iriure dolor in hendrerit in vulputate velit esse molestie consequat, vel illum dolore eu feugiat nulla facilisis at vero eros et accumsan et iusto odio dignissim qui blandit praesent luptatum zzril delenit augue duis.

0 comments:

Catat Ulasan