JALAN MENUJU WUSHUL KEPADA ALLAH TA’ALA ( Syarah Hikam )
لَوْاَنَّكَ لَاتَصِلُ اِلَيْهِ اِلَّا بَعْدَ فَنَاءِ مَسَاوِيْكَ وَمَحْوِ دَعَاوِيْكَ لَمْ تَصِلُ اِلَيْهِ اَبَدًا وَلَكِنْ اِذَا اَرَادَ اَنْ يُوَصِّلَكَ اِلَيْهِ غَطَّى وَصْفَكَ بِوَصْفِهِ وَنَعْتَكَ بِنَعْتِهِ فَوَصَّلَكَ اِلَيْهِ بِمَا مِنْهُ اِلَيْكَ لَابِمَا مِنْكَ اِلَيْهِ.
Jika sekiranya engkau tidak dapat wushul kepada Allah kecuali setelah fananya segala kemauan syahwat dan bersihnya sifat pengakuanmu, maka engkau tidak akan dapat wushul selama-lamanya. Akan tetapi jika Allah berkehendak mewushulkanmu kepada-Nya, maka Allah menutup sifatmu dengan sifat-Nya dan kebiasaanmu dengan kebiasaan-Nya. Allah mewushulkanmu kepada-Nya dengan sesuatu dari-Nya kepadamu bukan dengan sesuatu darimu kepada-Nya.
Konsep yang ditawarkan asy-Syekh Ahmad Ibnu Athaillah r.a di atas; Apabila Allah berkehendak mewushulkanmu kepada Allah maka Allah akan menutup sifatmu dengan sifat-Nya dan kebiasaanmu dengan kebiasaan-Nya, Allah mewushulkanmu kepada-Nya dengan sesuatu dari-Nya kepadamu bukan dengan sesuatu darimu kepada-Nya. Maksudnya konsep itu adalah konsep secara hakikat. Yakni ketika Allah berkehendak membuka hati hamba-Nya untuk menerima nur ma’rifat dari-Nya, maka Allah yang menurunkan nur itu dari atas ke bawah. Artinya pemahaman akan urusan ketuhanan itu semata hanya terbit dari kehendak-Nya yang azali.
Seorang hamba wajib memulai terlebih dahulu untuk wushul kepada tuhannya. Mereka harus mendaki ke atas, dengan ibadah lahir untuk mengembarakan ruhaniyah. Namun demikian ibadah lahir itu hanya sebagai perwujudan pengabdian yang hakiki kepada-Nya. Dengan melaksanakan mujahadah dan riyadhoh di jalan Allah. Mereka mensucikan diri baik lahir maupun batin dari segala kotoran basyariyah yang menjadikannya terhalang wushul kepada Allah Rabbul Alamiin.
Dengan mujahadah tersebut, seperti orang melaksanakan meditasi / Tafakur mereka berusaha mengembalikan seluruh kehendak untuk dipertemukan kepada kehendak Allah. Apabila di dalam perjalanan itu Allah berkehendak membuka pintu hati hamba-Nya, maka kehendak-Nya yang azali itu akan diturunkan ke bawah sehingga dua kehendak yang berbeda itu bertemu di tengah jalan. Kehendak yang satu mendaki dan yang satunya menurun.
Allah Maha Kuasa dengan segala kehendaknya:
وَ مَا تَشَآءُوۡنَ اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ رَبُّ الۡعٰلَمِیۡنَ
Artinya :
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam”.
( QS At takwir ayat 29)
Jika usaha seorang hamba dibiarkan saja tanpa ada fasilitas dan penerimaan dari atas sebagai karunia Allah, atau hanya dengan usahanya sendiri seorang hamba berusaha dapat wushul kepada tuhannya. Dengan itu mereka harus membersihkan segala pengakuan nafsu dan keresahan-keresahan hatinya, maka selamanya mereka tidak akan dapat wushul kepada tuhannya.
Sebabnya; “Apabila Allah berkehendak mewushulkanmu kepada-Nya, Allah menutup sifatmu dengan sifat-Nya dan kebiasaanmu dengan kebiasaan-Nya, maka Allah mewushulkanmu kepada-Nya dengan sesuatu dari-Nya kepadamu bukan dengan sesuatu darimu kepada-Nya”. Ketika manusia mampu memfanakan kemauan dan amaliyahnya yang hadits, maka sifat basyariyah yang fana dalam dimensi fana itu akan menjadi sifat yang qodim di dalam kefanaan. Hal itu bisa terjadi, karena yang fana telah ditutupi oleh sifat-sifat-Nya yang qodim. Itu sesungguhnya semata-mata terjadi karena kehendak Allah yang azali. Meski secara lahir kehendak yang azali itu seakan terbit dari kehendak manusia yang hadits.
Ketika seorang hamba yang arifin sadar bahwa ia harus berbuat benah-benah, maka Mereka harus menggosok segala keresahan yang ada di dalam hatinya, baik keresahan yang terbit akibat perbuatan maksiat maupun akibat kemusykilan hati terhadap prilaku dan sikap umatnya yang terkadang menyakitkan hati. Mereka menghadapkan kesakitan dan kekecewaan hati itu kepada kemurahan Allah. Menggosok penyakit hati itu dengan dzikir dan mujahadah, mengembalikan segala keresahan di alam fana kepada hakekat pengaturan-Nya secara azaliyah di alam qodim. Hasilnya, keresahan itu sedikit demi sedikit akan mengalir keluar dari tempatnya bagaikan air sungai yang tercemar keluar menuju muara.
Keresahan hati itu kemudian ditampung oleh keluasan air samudera yang suci lagi jernih. Ketika air yang kotor dan najis itu telah bersatu dalam kesatuan air samudera yang luas, maka yang kotor dan najis itu akan kembali menjadi bersih dan suci. Ketika keresahan hati yang sempit telah ditampung oleh ilmu Allah yang maha luas, maka keresahan sesaat akan menjelma menjadi kedamaian yang abadi. Keadaan tersebut bukan karena najis yang sedikit itu menjadi hilang ketika ditelan air samudera, akan tetapi menjadi tawar setelah menjadi bagian dalam kesatuan yang tidak terbatas.
Itulah gambaran isi dada seorang ulama sejati. Setiap saat harus menampung kesusahan umatnya sehingga isi dadanya hanya dipenuhi kotoran manusiawi. Rongga dada mereka hanya dipenuhi urusan dan kesusahan orang lain sampai-sampai melupakan kesusahannya sendiri. Namun demikian, apabila proses kesucian hati ternyata harus dimulai dari kotoran basyariyah, maka kotoran yang mengotori hati seorang hamba yang arifin tersebut, setelah kotoran itu mampu membangkitkan kesadaran yang hakiki akan kedho’ifan dan kehina’an diri, berarti kotoran itu sejatinya adalah rahmat yang didatangkan dari kehendak yang azali pula.
Apabila dengan kotoran manusiawi itu ternyata mereka menjadi orang yang tawadhu’ di hadapan Allah maupun kepada sesama makhluk. Kotoran itu mampu menumbuhkan rasa takut yang kuat kepada keadilan Rabbul Alamin. Membangkitkan harapan dalam kekuatan azam untuk bertaubat dengan taubatan nasuha. Melahirkan semangat untuk berbuat benah-benah dan meningkatkan amal sholeh serta pengabdian. Maka datangnya kotoran itu akan menjadi lebih baik daripada datangnya kebersihan hati orang lalai yang dapat mengakibatkan tertutupnya pintu taubat dan malas menjalankan ibadah.
Meskipun Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Rahmat Allah lebih besar daripada dosa hamba-Nya. Namun demikian, tidak ada seorangpun dapat mengetahui bahwa dosa-dosa yang mereka perbuat akan mendapat pengampunan dari-Nya. Yang pasti, tidak ada satupun perbuatan dosa ditolak dan lepas dari perhitungan di hadapan keadilan-Nya.
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ.
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS.An-Nur ayat 21)
Yang mengotori hati seorang hamba adalah kehendaknya sendiri dalam mengikuti langkah-langkah syetan di dalam perbuatan keji dan mungkar. Sedangkan yang mensucikan hatinya adalah pengampunan dan rahmat Allah serta kehendak-Nya di dalam memfasilitasi segala amal ibadah. Meskipun seorang hamba berusaha sekuat tenaga untuk mensucikan hatinya dari akibat dosa yang telah diperbuat, seandainya tidak ada karunia Allah kepadanya, selamanya hati itu tidak akan kembali menjadi suci seperti sediakala.
Jadi, jalan menuju wushul itu bukan hanya dengan ibadah dan mujahadah saja, tetapi juga dengan merasa berdosa sehingga orang bertaubat kepada Allah. Namun demikian, dengan jalan-jalan tersebut manusia harus mampu fana diri di hadapan Allah. Di dalam perjalanan itu mereka harus mampu mengembalikan segala kehendak dan amal yang hadits kepada kehendak dan amal Allah yang qodim. Apabila dengan itu Allah berkehendak menurunkan futuh ( terbuka mata hati dalam menerima kebenaran) kepada hamba-Nya, maka seorang hamba dengan segala pengembaraannya akan berhasil wushul kepada tuhannya.
[ Sumber dari FB ]
0 comments:
Catat Ulasan