NAFSU YANG TERSEMBUNYI
TENTANG NAFSU
Perang melawan hawa nafsu bagi para salik adalah perang yang abadi. Maka mesti mengetahui pembagian-pembagian hawa nafsu:
1. Nafsu yang bersumber dari ruh nabatiah (tetumbuhan)
2. Nafsu yang bersumber dari ruh hewaniah (binatang)
3. Nafsu yang bersumber dari ruh insaniah (manusia)
1. Nafsu yang bersumber dari ruh nabatiah akan menghasilkan dorongan untuk makan dan minum (lawwamah). Nafsu ini berfungsi untuk menjaga kelangsungan kehidupan tubuh. agar dengan makan dan minum tubuh masih tetap lestari. Namun bilamana dikuasai nafsu ini akan menimbulkan kecendrungan seseorang untuk suka makan enak2 saja dan tidak mau berlapar2 puasa dan sebagainya. Maka kepekaan ruhani akan tumpul bilamana dikuasai nafsu ini.
2. Nafsu yang bersumber dari ruh hewaniah akan menghasilkan nafsu syahwat (sexual), amarah, angkara murka, dominasi terhadap sesuatu / ingin menguasai, tidak mau berbagi, kebrutalan.
3. Nafsu yang bersumber dari ruh insaniah akan menghasilkan rasa memiliki (posesif), keakuan (ego), kesukaan bercermin dan menghias diri, ingin dipandang / dihormati orang lain, sombong, suka menipu, suka berbohong, merasa lebih dari orang lain.
Hawa nafsu itulah musuh abadi yang mesti mampu dikalahkan dengan latihan-latihan. Diantaranya dengan memperbanyak PUASA. Puasa yang dimaksud bukan sekedar menahan lapar dan syahwat, tetapi menahan semua nafsu2 yang ada. Sebab puasa yang sesungguhnya adalah PUSATNYA RASA.
Sifat bahimiyah yakni nafsu ganas kebinatangan adalah fitrah kepada binatang² di mana sifat itu adalah yang
terbaik
kepada batin nya binatang yang dipermudahkan untuk ganas memang kerana tercipta ia atas dasar keganasan untuk alamiah kehidupan nya.
Kepada manusia yang fitrah insan nya daripada hakikat azali cahaya Muhamadiah NYA,cahaya insanul kamil NYA,cahaya mahmudah NYA,maka tiada ia tercenderung kepada sifat ganas bahimiyah/kebinatangan bahkan mensucikan ia daripada sifat tersebut dan menjauhi ia sifat2 mazmumah lantaran oleh cahaya kamalat azali al insan itu sendiri.
Maka inilah jalan taqarub yang dijalani oleh para salik arifbillah untuk mencapai nya dengan sendi 4 yang berdiri pada syariat, tareqah, hakikat dan makrifah.
Beberapa Pakar Sejarah Islam telah meriwayatkan sebuah kisah yang sangat menarik, iaitu kisahnya Imam Ahmad bin Miskin, seorang Ulama abad ke-3 dari kota Basrah, Iraq.
Beliau bercerita;
Aku pernah diuji dengan Kemiskinan pada tahun 219 Hijriyah.
Waktu itu, aku sama sekali tidak memiliki apa-apapun, sementara aku harus menafkahkan seorang isteri dan seorang anak.
Himpitan
hebat
rasa lapar terbiasa mengiringi hari-hari kami...Maka aku bertekad untuk menjual rumahku dan pindah ke tempat lain. Aku pun berjalan mencari orang yang bersedia untuk membeli rumahku.
Maka bertemulah aku dengan sahabatku Abu Nashr dan kuceritakan keadaanku.
Lalu, dia malah memberikanku 2 lembar roti isi manisan dan berkata;
"Berikan makanan ini kepada keluargamu."
Di tengah perjalanan pulang, aku berselisihan dengan seorang wanita Faqir bersama anaknya. Tatapannya jatuh di kedua lembar rotiku.
Dengan nada yang sayu dia memohon;
"Wahai Tuan, Anak Yatim ini belum makan, tidak terdaya kerana terlalu lama menahan rasa lapar yang menghimpit diri.
Tolong berikan dia sesuatu yang boleh dia makan. Semoga Allah Ta'ala Merahmati Tuan."
Sementara itu, si anak menatapku tekun dengan tatapan yang tidak akan kulupakan sepanjang hayat.
Tatapan matanya menghanyutkan fikiranku didalam khayalan ukhrawi, seolah-olah Syurga turun ke bumi, menawarkan dirinya kepada siapapun yang ingin meminangnya, dengan maharnya adalah mengenyangkan Anak Yatim Miskin dan Ibunya ini.
Tanpa ragu sedetikpun, kuserahkan kesemua yang ada ditanganku;
"Ambillah, beri dia makan." kataku pada si Ibu.
Demi Allah, padahal waktu itu tidak sesen pun dinar atau dirham yang aku miliki.
Sementara di rumah, keluargaku sangat memerlukan makanan itu...
Spontan, si Ibu tidak dapat membendung air matanya (Menangis) dan si kecilpun tersenyum indah bak purnama.
Kutinggalkan mereka berdua dan kulanjutkan langkah kakiku, sementara beban hidup terus bergelutan difikiranku.
Sejenak, kusandarkan tubuh ini pada sebuah dinding, sambil terus memikirkan perancanganku untuk menjual rumahku.
Dalam keadaanku seperti itu, tiba-tiba Abu Nashr dengan kegirangan mendatangiku.
"Hei, Abu Muhammad...!
Kenapa kau duduk-duduk disini sahaja, sementara limpahan harta sedang memenuhi rumahmu ?" tanyanya.
"Masyaallah....!" jawabku terkejut.
"Dari mana datangnya ?"
"Tadi ada seorang lelaki datang dari Khurasan.
Dia bertanya-tanya tentang ayahmu atau siapapun yang mempunyai hubungan kerabat dengannya.
Dia membawa berduyun-duyun kenderaan barang penuh berisi harta." ujarnya.
"Jadi ?" tanyaku kehairanan.
"Dia itu dahulu saudagar yang kaya di Basrah ini. Kawan ayahmu, dulu ayahmu pernah memberikan kepadanya harta yang telah ia kumpulkan selama 30 tahun.
Lalu dia rugi besar dan bangkrap. Semua hartanya musnah, termasuk harta ayahmu. Lalu dia lari meninggalkan kota ini menuju Khurasan.
Disana, keadaan ekonominya beransur-ansur baik. Perniagaannya semakin meningkat dan berjaya. Kesulitan hidupnya perlahan-lahan pergi, berganti dengan limpahan kekayaan.
Lalu dia kembali ke kota ini, ingin meminta maaf dan memohon Keikhlasan ayahmu atau keluarganya atas kesalahannya yang lalu.
Maka sekarang, dia datang membawa seluruh harta hasil keuntungan perniagaannya yang telah dia kumpulkan selama 30 tahun berniaga, dan ingin diberikan semuanya kepadamu, berharap ayahmu dan keluarganya berkenan memaafkannya."
Ahmad bin Miskin melanjutkan ceritanya;
"Kalimah puji dan syukur kepada الله تعالى meluncur dari lisanku.
Sebagai bentuk Syukur.
Maka segera kucari wanita Faqir dan anaknya tadi...
Aku menyantuni dan menanggung kehidupan mereka seumur hidupku...
Aku pun terjun didalam dunia perniagaan dan menyibukkan diri dengan kegiatan sosial, sedekah, memberi bantuan dan lerbagai bentuk Amal Soleh. Adapun hartaku, terus bertambah melimpah ruah tanpa berkurang.
Tanpa sedar, aku merasa TAKJUB dengan Amal Solehku.
Aku MERASA, telah MENGUKIR lembaran catatan Malaikat dengan hiasan AMAL KEBAIKAN.
Ada semacam HARAPAN PASTI didalam diri, bahawa namaku mungkin telah TERTULIS di sisi الله تعالى dalam daftar orang-orang yang SHOLEH.
Suatu malam, aku tidur dan bermimpi. Aku lihat, diriku tengah berhadapan dengan Hari Kiamat.
Aku juga lihat, manusia bagaikan berombak lautan.
Aku juga lihat, badan mereka membesar.
Dosa-Dosa pada hari itu berwujud dan berupa, dan setiap orang memikul Dosa-Dosa itu masing-masing di punggungnya.
Bahkan aku melihat, ada seorang Pendosa yang memikul dipunggungnya beban besar seukuran kota Basrah, isinya hanyalah Dosa-Dosa dan hal-hal yang menghinakan.
Kemudian, timbangan Amal pun ditegakkan, dan tiba giliranku untuk perhitungan Amal.
Seluruh Amal burukku diletakkan di salah satu sisi timbangan, sedangkan Amal baikku di sisi timbangan yang lain.
Ternyata, Amal burukku jauh lebih berat daripada Amal baikku..!
Tapi ternyata, perhitungan belum selesai...
Mereka mulai meletakkan satu persatu berbagai jenis Amal baik yang pernah kulakukan.
Namun alangkah ruginya aku. Ternyata dibalik semua Amal itu terdapatnya,
"NAFSU YANG TERSEMBUNYI."
Nafsu Tersembunyi itu adalah Riya', ingin dipuji, merasa bangga dengan Amal Sholehku.
Semua itu membuat Amalku tidak berharga. Lebih buruk lagi, ternyata tidak ada satupun Amalku yang terlepas dari Nafsu-Nafsu itu.
Aku pun putus asa...
Aku yakin aku akan binasa.
Aku tidak punyai alasan lagi untuk selamat dari seksa Neraka.
Tiba-tiba, aku terdengar suara;
"Masihkah orang ini mempunyai Amal baik ?"
"Masih..." jawab suara lain.
"Masih berbaki yang ini."
Aku pun menjadi tidak tentu, Amal baik apakah gerangan yang masih berbaki ?
Aku berusaha melihatnya.
Ternyata, itu HANYALAH dua LEMBAR ROTI isi manisan yang pernah kusedekahkan kepada wanita Fakir dan anaknya.
Habis sudah harapanku...
Sekarang aku benar-benar yakin akan binasa sebinasanya.
Bagaimana mungkin dua lembar roti ini menyelamatkanku, sedangkan dulu aku pernah bersedekah 100 dinar sekali sedekah dan itu tidak berguna sedikit pun.
Aku merasa benar-benar tertipu habis-habisan...
Segera 2 lembar roti itu diletakkan di timbanganku,
Tidak kusangka, ternyata timbangan kebaikanku bergerak turun sedikit demi sedikit, dan terus bergerak turun sehingga lebih berat sedikit dibandingkan timbangan keburukanku.
Tidak sampai disitu, tenyata masih ada lagi Amal baikku.
Iaitu berupa AIR MATA wanita Faqir itu yang mengalir saat aku berikan sedekah.
Air mata tidak terbendung yang mengalir kala tersentuh akan kebaikanku...
Aku, yang kala itu lebih mementingkan dia dan anaknya dibanding keluargaku.
Sungguh tidak terbayang, saat air mata itu diletakkan, ternyata timbangan baikku semakin turun dan terus memberat.
Hingga akhirnya aku mendengar suatu suara berkata;
"Orang ini selamat daripada seksa Neraka...!"
* NOTA;
Masih adakah terselit didalam Hati kita Nafsu ingin dilihat
hebat
oleh orang-orang lain pada Ibadah dan Amal kita.. ????!!!Aku bermohon Kehadrat Allah SWT, Tuhan Pemilik Hari Pembalasan agar diriku, keturunanku juga sahabat-sahabatku semua dijauhkan daripada sifat dan juga Amal dari,
"NAFSU YANG TERSEMBUNYI..."
0 comments:
Catat Ulasan