Memahami Hakikat Islam Nusantara


 

Memahami Hakikat Islam Nusantara

Istilah Islam Nusantara memang agak ganjil didengar, sama halnya dengan penyebutan Islam Malaysia, Islam Saudi, Islam Amerika, dan seterusnya. Bukankah sangat jelas dan dapat dipahami karena pada hakikatnya Islam hanya satu, dan dibangun satu landasan pula yaitu, al-Qur’an dan Sunnah. Selain memiliki landasan nash-nash syariah (al-Qur’an dan Sunnah), Islam juga mempunyai acuan maqashid syariah (tujuan syariat). Maqashid syariah sendiri digali dari nash-nash syariah melalui sekian istiqra’ (penelitian induktif).
Istilah Islam Nusantara sendiri bukanlah suatu hal yang baru muncul. Kenapa dikatan demikian? Karena, istilah Islam Nusantara ini sudah dikenal oleh para ulama dan bahkan sudah ada dari sejak masa Walisongo. Meskipun penyebutan istilah Islam Nusantara ini berbeda-beda, akan tetapi pada hakikatnya sama-sama menggambarkan sebuah agama yang dianut oleh umat Islam di Indonesia. Majapahit mengartikan istilah Islam Nusantara itu sebagai negri pulau-pulau penyebutan itu digunakan untuk menyebut negeri-negeri diluar pusat kekuasaan Majapahit, seperti pulau-pulau diluar pulau Jawa. Sedangkan kata Nusantara sendiri berasalkan dari bangsa Sansekerta, yaitu ”Nusa” yang berarti pulau dan “antara” yang berarti luar. Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Majapahit (Jawa). Kata Nusantara ini didapatkan dari Sumpah Palapa Patih Gajah Mada yang diucapkan dalam upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangkhubhumi Kerajaan Majapahit (tahun 1258 Saka/1336 M) yang tertulis dalam Kitab Pararaton (Raja-raja). Dalam sumpahnya tersebut berisikan : “Lamun huwus kalah nusantara” (Jika telah mengalahkan Nusantara).
Islam Nusantara juga diangkat argumennya dari kitab Alfiyah dalam buku Islamisasi Nusantara. Jika dikaitkan dengan isi Alfiyah tersebut, Islam Nusantara berhubungan dengan bab Idlafah atau hubungan reslasional. Dalam bab ini, Ibnu Malik menyatakan “Wattsani jrur wanwi min aw fi…. Wallam” (pada bagian kedua yakni pada mudlaf dan Mudlaf ilaihi itu ada makna: min/dari, fi/di atau di dalam dan lam/untuk atau ke). Islam Nusantara adalah hubungan mudlaf (subyek relasional) dan mudlaf Ilaihi (obyek relasional).Dari kerangka makna idlafah tersebut, Islam Nusantara bisa menghimpun berbagai makna yaitu:
Pertama, li (untuk atau ke) : Islam li Nusantara, Islam untuk, dan, ke Nusantara. Yakni kehadiran Islam Ahlu Sunnah Waljama’ah (ASWAJA) yang dianut masyarakat umat Islam di Nusantara. Proses Islamisasi Nusantara sendiri dibawa para waliyullah dari Hadratumaut pada awal abad ke13.
Kedua, fi (di, di dalam): Islam fi Nusantara, Islam di Nusantara yaitu pengalaman historis umat Islam di Indonesia, termasuk refleksi tekstual normatif dan historis umat Islam dunia tentang Islam yang diamalkan dan diajarkan ulama di Indonesia sendiri.
Ketiga, Islam min Nusantara: Islam dari Nusantara, yaitu himpunan dari pandangan, suara, refleksi pemikiran, kitab-kitab para ulama Nusantara yang berkaitan dengan ma’rifat dan ijtihad mereka tentang Islam Ahlu Sunnah Waljama’ah. Selain itu juga memberikan patokan normatif dan historis dalam mengamalkan Islam rahmatan lil ‘aalamiin, termasuk ide-ide mereka tentang ajaran yang relevan bagi bangsa-bangsa di Dunia berdasarkan pengalaman terbaik yang dimiliki bangsa Indonesia. Kehadiran ulama-ulama Indonesia sebagai guru di kota suci umat Islam (Mekkah dan Madinah), hingga Kairo, Yaman dan Istanbul, bersamaan dengan publikasi karya-karya mereka dalam berbagai bahasa Nusantara yang merupakan dari bagian globalisasi Islam Nusantara.
Secara arti luas dapat dipahami bahwa Islam Nusantara ialah, paham dan praktik keislaman di bumi Nusantara sebagai hasil dialektika antara teks syariat dengan realita dan budaya setempat.
Menurut Mohammad Guntur Ramli, dalam bukunya “Islam Kita Islam Nusantara” menyebutkan bahwasanya terdapat lima dasar terkait Islam Nusantara:
Kami memahami Muslim sebagai identitas kolektif atas siapapun yang menganggap dirinya Muslim, yang meyakini Allah swt. sebagai satu-satunya Tuhan dan Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul (utusan) Allah. Mengenai perbedaan tafsir itu, kami berpandangan biarlah itu urusan individu yang bersangkutan dengan tuhannya, yang tidak patut di intervensi oleh Negara atau pihak lain.
Kami memperjuangkan nilai esensial Islam yang tidak mendiskriminasi manusia baik atas dasar suku, gender, ras, disabilitas, paham agama, dan sebagainya. Dan menolak segala bentuk kebencian baik yang berbentuk ucapan (hate speech), tulisan dan tindakan terhadap suku, gender, ras, disabilitas, paham agama apapun karena bertentangan dengan nilai-nilai esensial Islam.
Berbagai hal yang bertentangan dengan prinsip HAM (hak asasi manusia) maka potensial bertentangan pula dengan nilai-nilai esensial Islam.
Berbagai hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kearifan local di Nusantara, maka potensial bertentangan pula dengan nilai-nilai esensial Islam.
Berbagai hal yang bertentangan dengan Pancasila dan pilar-pilar ke Indonesiaan, maka potensial bertentangan pula dengan nilai-nilai esensial Islam.
Dalam buku “Sejarah Islam di Nusantara” yang merupakan terjemahan dari buku “The Makings of Indonesian Islam” yang ditulis oleh Michael Laffan, kemudian diterjemahkan oleh Indi Ainullah dan Rini Nurul Badariah menyebutkan bahwa, islamisasi di bumi Nusantara sudah ada sejak awal masehi. Para penguasa di kawasan barat Nusantara berbagi budaya istana yang bercorak India dan mendapat keuntungan dari kehadiran para pedagang asing. Hal ini terjadi karena letak strategis Asia Tenggara yang berada pada persimpangan dua zona perdagangan kuno yang penting. Yang pertama meliputi Samudra Hindia, sedangkan yang lain menyusuri Laut Tiongkok Selatan. Bahkan pengetahuan mengenai Kerajaan-kerajaan Asia Tenggara paling awal berasalkan dari berbagai catatan yang berbahasa Tiongkok yang merekam kedatangan para utusan dengan nama-nama yang tampaknya merupakan nama muslim.
Sedangkan dari arah lain, memiliki laporan-laporan berbahasa Arab mengenai berbagai rute pelyaran dari Teluk Persia ke pelabuhan-pelabuhan di Tiongkok Selatan dengan titik tumpu di Selat Malaka. Di sana para kapten menunggu perubahan angin muson (monsoon) untuk membawa mereka melanjutkan perjalanan atau kembali pulang, sementara perdagangan dalam kepulauan memasok rempah-rempah, getah bulu burung langka dan wewangian yang mahal ke kapal yang sudah dipenuhi muatan kain, keramik, dan barang pecah belah.
Dalam historiografi Islam Nusantara, setiap tahap dalam proses itu dianggap sebagai masuknya agama Islam ke Nusantara. Selain itu, kedatangan Islam ke Nusantara lebih tepatnya ke salah satu daerahnya juga dianggap oleh beberapa penulis Islam seebagai masuknya Islam ke Indonesia pendapat ini dipelopori oleh Hamka dan juga diperkuat oleh seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia pada tahun 1963 di Medan.
Dalam sebuah corak keislaman yang tidak tunggal di Nusantara, telah melahirkan sejumlah teori masuknya Islam seperti yang telah dirangkum oleh Agus Sunyoto dalam bukunya “Atlas Walisongo”.
Teori India (Hujarat Malabar, Deccan, Coromandel, Bengal) hal ini berdasarkan asumsi persamaan madzhab syafii, batu-batu nisan dan kemiripan tradisi dan arsitektur India dengan Nusantara.
Teori Arab (Mesir dan Hadromaut Yaman), berdasarkan kesamaan dan pengaruh madzhab Syafi’i.
Teori Persia (Kasan, Abarkaukh , Rolestan), berdasarkan kemiripan tradisi dengan muslim syiah, seperti peringatan Asyuro (10 Muharram), mengeja aksara Arab Jabar (fathah), Jer/zher (kasroh), fyes (dhammah), pemuliaan terhadap keluarga Nabi Muhammad (ahlul bayt) dan keturunannya. Penyebutan kata, rakyat (dari ra’iyyah), masyarakat (musyawarah), serikat (syarikah).
Teori Cina yang berdasarkan asumsi pengaruh budaya Cina dalam sejumlah kebudayaan Islam Nusantara, dan sumber kronik dari klenteng sampokong di Semarang.
Perbedaan pemahaman tentang masuknya Islam ke Nusantara, sebagaimana telah dijelaskan, tidak saja berimplikasi pada perbedaan waktu masuknya Islam, tetapi juga terhadap siapa pembawa Islam serta dari mana Islam berasal, yang merupakan pertanyaan-pertanyaan yang selalu didiskusikan selama ini.
[ Sumber dari KUMPULAN SYAIR SUFI JALALUDDIN RUMI DAN LAINNYA.]


Share on Google Plus

About roslanTv Tarekat

Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis autem vel eum iriure dolor in hendrerit in vulputate velit esse molestie consequat, vel illum dolore eu feugiat nulla facilisis at vero eros et accumsan et iusto odio dignissim qui blandit praesent luptatum zzril delenit augue duis.

0 comments:

Catat Ulasan