- MELIHAT ALLAH -

 


- MELIHAT ALLAH -
( Melihat Allah) RU’YATULLAH dalam pandangan Ahlussunah
Tentang melihat masalah Allah , pendapat para ulama terbahagi kepada kepada tiga pendapat
Pertama :
Bahwa Allah tidak boleh dilihat di dunia maupun di Akhirat.
Kedua : Bahwa Allah tidak boleh di lihat di dunia namun hanya boleh di lihat di akhirat saja.
Ketiga : Bahwa Allah dapat dilihat di dunia dan di akhirat.


Apakah Allah boleh dilihat .....?
Ru’yah menurut bahasa berarti, ”Annazar bil aini au bil-qalbi”(melihat dengan mata atau dengan hati). Ru’yatullah berarti melihat Allah dengan penglihatan mata atau penglihatan hati (AINUL BASHIROH )
Menurut paham Ahlussunnah bahwa Allah boleh dilihat di dunia dan boleh dilihat dengan mata kepala di akherat kelak.
Diantara dalil-dalil yang menguatkan bahwa Allah boleh dilihat yaitu :
Quran Surat Al-A’raf Ayat 143
وَلَمَّا جَآءَ مُوسَىٰ لِمِيقَٰتِنَا وَكَلَّمَهُۥ رَبُّهُۥ قَالَ رَبِّ أَرِنِىٓ أَنظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَن تَرَىٰنِى وَلَٰكِنِ ٱنظُرْ إِلَى ٱلْجَبَلِ فَإِنِ ٱسْتَقَرَّ مَكَانَهُۥ فَسَوْفَ تَرَىٰنِى ۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُۥ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُۥ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا ۚ فَلَمَّآ أَفَاقَ قَالَ سُبْحَٰنَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلْمُؤْمِنِينَ
Artinya : Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman"
( Quran Surat Al-A’raf Ayat 143 )
Dalam ayat ini nabi Musa meminta untuk melihat Allah, kalau yang demikian itu tidak diperbolehkan, apalagi sesuatu yang mustahil, maka tidak mungkin dilakukan oleh seorang Nabi.
Dalam ayat ini tidak ada yang menunjukkan larangan meminta melihat Allah,karena kalau itu sesuatu yang tidak boleh niscaya Allah akan melarang Musa untuk melakukannya.
Allah mengatakan, ”lan tarani” (Kamu sekali-kali tak sanggup untuk melihat-Ku), bukan menunjukkan Allah tidak boleh dilihat, justru sebaliknya. Sebab kalau ru’yatullah suatu yang tidak mungkin, terjadi niscaya Allah akan memakai lafaz nafi yaitu,”La tarani” (Kamu sekali-kali tidak akan melihat-Ku).
Sesungguhnya dalam ayat ini Allah mengaitkan ru’yatullah dengan sesuatu yang mubah [boleh], atau mungkin terjadi, yaitu tetapnya gunung. Mengaitkan sesuatu yang boleh atau mungkin, menunjukkan sesuatu yang dikaitkan (Ru’yatullah) boleh atau mungkin.
Dalam ayat tersebut Allah Azza wa Jalla mengatakan ,”Tajalla” yang berarti menampakkan diri.
Al Qurthubiy dalam tafsirnya Juz IV/ 278 mengatakan: ”Maksudnya Allah Azza wa Jalla ingin memberikan pelajaran kepada Musa, bahwa dia tidak mampu untuk melihat Allah, karena gunung yang begitu kokoh saja bergetar akibat Allah menampakkan diriNya. Kalau kepada gunung yang benda mati saja Allah boleh menampakkan diriNya maka kenapa kepada hambaNya yang shalih tidak boleh...?
Dan firman Allah Azza wa Jalla.
قَالَ يَا مُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاَتِي وَبِكَلاَمِي فَخُذْ مَا آتَيْتُكَ وَكُن مِّنَ الشَّاكِرِينَ.
Artinya : “Hai Musa sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara lansung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang yang-orang yang bersyukur ( QS Al-A’raf ayat : 144 )
Dan tambahan yang akan diberikan Allah adalah boleh melihat Allah,
sebagaimana firman-Nya :
لِّلَّذِينَ أَحْسَنُواْ الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
Artinya :
Bagi mereka yang berbuat kebaikan surga dan tambahan. ( QS Yunus ayat : 26 )
Dan tambahan yang dimaksud dalam ayat ini adalah ( melihat Allah )
Firman Allah dalam surat Al An’am ayat 103 (telah disebutkan di atas). Al Alusiy dalam tafsirnya Ruhul Maani Juz IV halaman 244 mengatakan: “Kalimat ”Al-Abshar” dalam ayat ini adalah jamak dari “Bashar” yang berarti penglihatan, dapat dipakai untuk penglihatan mata atau penglihatan hati.
Sedangkan kata ”Al idrak” artinya pencapaian terhadap sesuatu, dan kata ”Al idrak” mengandung makna lebih dalam dari kata melihat dan inilah yang dinafikan oleh Allah. Ayat ini juga dalam kontek pujian yang menunjukkan bahwa melihat Allah boleh dan mungkin, sebab kalau sesuatu itu tidak mungkin, untuk apa dipuji. Di sini Allah boleh dilihat, tetapi mampu menghijab pandangan untuk mencapainya merupakan sebuah kekuasaan yang patut dipuji. Sebab sesuatu yang dari asalnya tidak boleh dilihat, maka ketika tidak dapat dilihat tidak menjadi sesuatu yang istimewa yang perlu di puji.
Ibnu Qayyim menambahkan: “Memakai ayat ini sebagai dalil bahwa Allah boleh dilihat lebih tepat dan benar, bahkan ayat ini menjadi bantahan bagi mereka yang mengatakan Allah tidak boleh dilihat. Karena ayat ini dalam kontek pujian, dan itu diberikan kepada sesuatu yang ada (maujud), karena sesuatu yang tidak ada sama sekali (ma’dum mahdah) tidak layak untuk diberikan pujian, karena itu bukan termasuk kesempurnaan (al-kamal) bagi Allah.” Dan al idrak (pencapaian) maksudnya adalah al ihathah (mengetahui semuanya dari segala aspek), dengan demikian al idrak adalah sesuatu yang mempunyai arti lebih dari ru’yah.
Sebagaimana firman Allah.
فَلَمَّا تَرَاءى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ
Artinya :
Maka setelah dua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa; ”Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul. [QS As syuaraa ayat : 61]
Firman Allah :
لَهُم مَّايَشَآءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ .
Artinya :
Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki, dan pada sisi Kami ada tambahan. [QS Qaaf ayat : 35]
Ibnu Katsir dalam tafsirnya Juz VIII/330 mengatakan: “Sesungguhnya “Al mazid” (tambahan) yang Allah berikan kepada hambaNya di atas segala yang dikehendakinya seperti yang dimaksud dalam ayat di atas adalah nampaknya Allah bagi mereka.”
Dan lagi Firman Allah.
وُجُوهُُ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ . إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ .
Artinya :
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) waktu itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. [QS Al-Qiyamah : 22-23]
Abu Hasan Al Asyari dalam kitabnya Al-Ibanah hal.12 mengatakan: “Kata “Nazhirah” yaitu ‘Raiyah” yang berarti melihat.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ,bahwa Rasulullah dalam menafsirkan ayat “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) waktu itu “Nadhirah”, yaitu berseri-seri, “Kepada Tuhannyalah Nazhirah (melihat), Yaitu melihat wajah Allah.
Ayat-ayat yang memakai kata –kata “Liqa’” (pertemuan). Seperti firman Allah.
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَ يُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Artinya :
Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mepersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.
[QS Al-Kahfi ayat :110]
Adapun Dalil-Dalil Dari Al Hadis Adalah Sebagai Berikut.
1. Jarir bin Abdullah berkata.
قَالَ جَرِيرُ بْنُ عَبْدِالهِi كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ إِذْ نَظَرَ إِلَى الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ فَقَالَ أَمَا إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا لاَ تُضَامُّونَ أَوْ لاَ تُضَاهُونَ فِي رُؤْيَتِهِ فَإِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ لاَ تُغْلَبُوا عَلَى صَلاَةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا فَافْعَلُوا ثُمَّ قَالَ فَ ( سَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا ) (كتاب :كتاب مواقيت الصلاة باب :باب فضل صلاة الفجر رقم الحديث :547 الجزء :1 الصفحة 209 ,صحيح البخاري
Jarir bin Abdullah berkata: “Kami duduk bersama Rasulullah, kemudian beliau memandang bulan yang sedang purnama, lalu beliau bersabda: ”Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu sebagaimana engkau melihat bulan, tidak ada yang menghalangimu untuk melihat-Nya, kalau kamu mampu tidak meninggalkan sholat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya maka lakukannlah. [HR.Bukhari Muslim]
2. Sabda Nabi yang maksudnya. Sesungguhnya engkau akan melihat Tuhanmu dengan mata kepala sendiri,”[HR.Bukhari Muslim]
Sabda Nabi yang berbunyi.
إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ الهُe تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ قَالَ فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ (صحيح مسلم باب :باب إثبات رؤية المؤمنين في الآخرة ربهم سبحانه (كتاب :كتاب الإيمان )) رقم الحديث : الجزء 1: الصفحة :
Apabila penduduk surga telah masuk ke surga, Allah Taala berfirman: ”Apakah kamu menginginkan sesuatu yang akan Aku tambahkan?”. Mereka berkata: “Bukankah Engkau telah memutihkan muka kami dan memasukkan kami ke dalam surga, dan menyelamatkan kami dari neraka?”. Kemudian Allah membuka tabir, dan tidak ada sesuatu yang telah diberikan kepada mereka yang lebih mereka cintai dari pada melihat Tuhannya Yang Maha Tinggi. [HR.Muslim, dari Shuhaib)]
Adapun tambahannya adalah sebagai berikut. 1. Pengsannya Nabi Musa disebabkan karena ketidakmampuannya melihat Allah, dan ini bukan berarti Allah tidak boleh dilihat.
2. Tasbihnya Musa setelah sadar dari pengsannya, bukan menunjukkan penyucian dari kekurangan Allah, justeru menunjukkan kekurangan dan kelemahan Nabi Musa yang yang tidak mampu melihat Allah di dunia, dan tidak semua yang boleh dilihat berarti tidak baik atau kurang.
3. Nabi Musa mengatakan: ”Saya bertobat”, Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya JuzVII/27 mengatakan: “Sudah disepakati oleh semua umat bahwa perkataan ini bukan disebabkan karena Musa melakukan maksiat.”
4. Kaum Nabi Musa diadzab ketika mereka meminta melihat Allah, karena permintaan mereka adalah sebuah tantangan kepada nabinya dan itu dilakukannya dengan penuh kesombongan dan keingkaran dan menganggap semua itu suatu yang mustahil. [Lihat Al Ibanah hal.15]
5. Perkataan mereka yang mengatakan bahwa setiap yang terlihat akan memberikan bekas yang berbentuk dan berwarna adalah “Qiyas ma’al fariq” yaitu kiyas yang terdapat banyak perbedaan karena membandingkan Al -Khaliq [pencipta] dan makhluk-Nya dan kiyas seperti ini adalah bathil,
karena Allah berfirman yang artinya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءُُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ.
Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai-Nya [QS As-Syuraa ayat : 11]


BOLEHKAH ALLAH DILIHAT DI DUNIA...?
Jumhur ulama’ mengatakan bahwa Allah tidak boleh dilihat dengan mata kepala di dunia
Adapun Dalil Dari Sunnah Hadits-hadits yang lewat menyebutkan bahwa Allah hanya boleh dilihat pada hari kiamat. Itulah sebabnya pertanyaan sahabat juga memakai kata
”Apakah Allah boleh dilihat pada hari kiyamat...?”
dalam pertanyaannya kepada Rasulullah, seperti hadis berikut:
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah,para Sahabat berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ نَرَى رَبَّنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Ya Rasulullah! Apakah kita akan melihat Allah pada hari Kiyamat...? [HR.Bukhari dan Muslim]
Dan hadist lain
سَأَلْتُ رَسُولَ الهِ هَلْ رَأَيْتَ رَبَّكَ قَالَ نُورٌ أَنَّى أَرَاهُ
Artinya :
Saya pernah bertanya kepada Rasulullah, apakah engkau telah melihat Allah”, beliau menjawab: “Cahaya yang menghalangi-ku untuk melihatNya. [HR. Muslim]

APAKAH RASULULLAH PERNAH MELIHAT ALLAH DI DUNIA....?
Qadhi Iyyad dalam kitabnya ”Assyifa fi ta’rifi huququl Musthafa” juz.I/119-124, menyebutkan beberapa perbedaan ulama’dalam masalah ini.
Pertama : Ibnu Abbas dan riwayat dari Ka’ab bin Malik, juga dinisbahkan kepada Anas bin Malik, Ikrimah, Hasan, Rabi’, dan juga Abu Hasan Al Asy’ari dan Qadhhi Abu Ya’la dari Hanabilah mengatakan:
“Rasulullah pernah melihat Allah (Ketika menerima perintah sholat diwaktu mi’raj), mereka berhujah dengan hadits-hadits tentang ru’yah yang tidak mengkhususkan dengan mata tetapi secara mutlak (umum) seperti:
1. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Saya melihat Tuhanku”. [HR.Ahmad]
2. Ibnu Abbas berkata tentang firman Allah: “Dia benar-benar dan pernah melihatnya dalam bentuk yang lain, ia berkata: “Nabi sudah melihat Allah dua kali, di Sidharatul Muntaha, kemudian diwahyukan kepadanya perintah shalat.. [HR Thurmudzi, hasan]
3. Hadits tentang Isra’ miraj Nabi, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, bahwa Dhamir (kata ganti) pada kata-kata dana ( mendekat ), auha (mewahyukan ) dan raahu ( melihat ) kembali kepada Allah. Dengan demikian maka Rasulullah pernah melihat Allah.
4. Al-Haitsami dalam Majmu’ Az-zawaid juz 1 hal 79, meriwayatkan perkataan Ibnu Abbas: “Sesungguhnya Muhammad melihat Rabb-Nya dua kali, pertama dengan mata kepalanya, dan kedua dengan mata hatinya”.
5. Beliau juga berkata: “Muhammad melihat Allah”, Ikrimah bertanya: “Apakah beliau boleh melakukannya?”, ia menjawab: “Ya, Allah menjadikan Kalam (berbicara) dengan Musa, hullah (persaudaraan) dengan Ibrahim dan An-nazhar (melihat) kepada Nabi Muhammad.
Diriwayatkan juga oleh At-Thabrani di Al-Awsath, tetapi di dalamnya isnadnya ada perawi bernama Hafs bin Amru yang dilemahkan oleh Imam Nasai)
6. Imam Nawawi mengatakan, inilah pendapat yang kuat, menurut kebanyakan Ulama. Yaitu Rasulullah melihat Allah dengan mata kepalanya di malam Isra mi’raj.
Sesuai dengan hadits Ibnu Abbas terdahulu. Beliau juga menyebutkan beberapa alasan penguatannya, di antaranya masalah ini termasuk masalah yang tidak dapat dicerna oleh akal. Maka apabila hadits Ibnu Abbas itu shahih, ia harus dipegang. Juga Ibnu Abbas menetapkan bolehnya ru’yatullah bagi Nabi, sedangkan hadits Aisyah menafikan(meniadakan) dalam kaidah al-mutsbat muqaddamun ala annafi (penetapan lebih dahulukan dari peniadaan). Dan shahabat apabila menetapkan satu pendapat, kemudian ada shahabat yang lain yang berbeda, maka perbedaan itu tidak dijadikan hujjah.
- Kedua: Rasulullah tidak pernah melihat Allah dengan mata kepalanya di dunia.
Inilah pendapat yang dipegang Aisyah dan yang masyhur dari Ibn Mas’ud, Abu Hurairah, dan Abi- Dzar juga sebagian muhadditsin, fuqaha, dan mutakalimin. [Llihat Syarah Thahawiyah oleh Abi al-izzi hal 137].
Diantara dalil- dalilnya adalah
1. Hadits Aisyah yang diriwayatkan Masyruq, ia berkata:
مَنْ حَدَّثَكَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَأَى رَبَّهُ فَقَدْ كَذَبَ
“Barang siapa mengatakan bahwa Muhammad melihat Tuhannya, maka ia telah berdusta besar pada Allah. [HR. Bukhari Muslim]
2. Hadits Abi Dzar -yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Syaqiq-, dia berkata:
سَأَلْتُ رَسُولَ الهِ هَلْ رَأَيْتَ رَبَّكَ قَالَ نُورٌ أَنَّى أَرَاهُ
Artinya :
Saya pernah bertanya kepada Rasulullah, apakah engkau telah melihat Allah”, beliau menjawab: “Cahaya yang menghalangi-ku untuk melihatNya. [HR. Muslim]
Dalam riwayatkan lain dikatakan
: رَأَيْتُ نُورًا
Saya hanya melihat cahaya. [HR. Muslim]
3. Hadits Abu Musa, di dalamnya disebutkan.
حِجَابُهُ النُّورُ لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ
HijabNya adalah cahaya, jika hijab itu dibuka niscaya terbakar-lah di antara makhlukNya oleh cahaya mukaNya sejauh pandangan.
[HR Muslim]
Sedangkan yang pernah dilihat oleh Rasulullah adalah Jibril Aliahissallam, bukan Allah sebagaimana Hadits Abu-Hurairah dan Aisyah.
4. Hadits riwayat Abu Hurairah dalam firman Allah:
وَلَقَدْ رَءَاهُ نَزْلَةً أُخْرَى
Dan ia telah melihatnya dalam bentuk yang lain (An-Najm:13),
Rasulullah mengatakan bahwa belaiu melihat Jibril. (HR. Muslim )
5. Diriwayatkan oleh Asybani, dia bertanya kepada Dzur bin Hubaysih tentang tafsir ayat 13 surat An-Najm , dia berkata: Ibn Masud memberitahukannya bahwa Nabi melihat Jibril mempunyai 600 sayap.
Juga hadits Aisyah, ia menyatakan, bahwa Nabi bersabda: “Sesungguhnya dia adalah Jibril yang sebelumnya tidak pernah saya lihat dalam bentuk aslinya kecuali dua kali.
Saya melihatnya turun dari langit yang keagungan penciptaanya memenuhi langit dan bumi.”
6. Dua hadits ini cukup untuk menjelaskan bahwa Nabi tidak pernah melihat Allah di dunia, karena kedua hadits tersebut shahih dan sharih.

- MELIHAT ALLAH DENGAN MATA HATI -
Ulama sepakat bahwa Rasulullah pernah melihat Allah dengan mata hatinya.
Berdasarkan hadits diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, ia berkata: “Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatNya dengan hatinya” [HR.Muslim]
Abu Dzar meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Allah dengan hatinya dan tidak pernah melihatnya dengan mata kepalanya. Ibrahim At-Taimi meriwayatkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihatnya dengan hatinya dan tidak pernah melihat dengan matanya.
Imam Nawawi berkata: “Melihat Allah dengan hatinya adalah penglihatan yang benar, yaitu Allah menjadikan penglihatannya dihatinya atau menjadikan hatinya mempunyai penglihatan sehingga dia boleh melihat Tuhannya dengan benar, sebagaimana dia melihat dengan mata kepalanya sendiri. [Syarah Shahih Muslim juz3, hal 6].
Adapun selain Nabi, seperti Shahabat dan tabi’in, maka salaf sepakat boleh terjadi bagi hati seorang mukmin sebuah mukasyafah (membuka tabir) dan musyahadah (persaksiaan), yang sesuai dengan keimanan dan ma’rifatullah.
Karena seorang yang mencintai sesuatu akan membekas dalam hatinya dan merasa selalu dekat dalam hatinya.
Sebagaimana jawaban Rasulullah tentang ihsan:
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan kalau engkau tidak melihatNya, maka Dia melihatmu.[HSR. Bukhari, Muslim)
Syaikhul Islam meriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya:
“Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya...?”
Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”...!
Bagaimana anda melihat-Nya...?
dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”

- MELIHAT ALLAH DI DALAM MIMPI -
Para sahabat dan tabiin dan para ulama salaf mengatakan bahwa ru’yatullah ( melihat Allah ) dalam mimpi adalah hak / Benar dan boleh terjadi.
Sebagaimana hadits tentang mimpi Rasulullah melihat Allah dengan lafaz yang berbeda di antaranya:
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ,Rasulullah bersabda:
رَأَيْتُ رَبِّي فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ
Artinya :
Saya pernah melihat Tuhanku dalam bentuk yang sebaik-baiknya. [HR.Tirmidzi dan Ahmad]
Juga di dalam hadits yang lain.
أَتَانِي اللَّيْلَةَ رَبِّي فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ
Artinya :
Semalam saya didatangi oleh Tuhanku dalam bentuk yang sebaik-baiknya”
[HR.Tirmidzi dan Ahmad]
Diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal, Rasulullah bersabda.
فَإِذَا أَنَا بِرَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ .
Artinya :
Tiba-tiba aku bertemu dengan Tuhanku dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
[HR.Tirmidzi dan Ahmad]
Syaikh Islam berkata: ”Terkadang seorang mukmin boleh melihat Allah ketika tidurnya dalam bentuk yang berbeda, sesuai dengan ketinggian keimanan dan keyakinannya. Apabila keimanannya kepada Allah kuat dan benar, maka ia akan melihat Allah dalam bentuk yang baik, tapi bila imannya kurang maka ia akan melihat Allah sebatas imannya itu.
Dan penglihatan lewat mimpi berbeda dengan penglihatan ketika tidur.
[Majmu’Fatawa juz III/390]

RUYATULLAH ( MELIHAT ALLAH ) PADA HARI KIAMAT.
Sebelumnya telah disebutkan bahwa Ahlussunah sepakat bahwa ru’yatullah pada hari kiamat adalah hak menurut Al-Quran dan Sunnah. Tetapi apakah ru’yatullah pada hari ini khusus bagi orang mukmin saja atau yang lainnya juga...?
Ada tiga pendapat ulama dalam masalah ini.
Pertama :
Ruyatullah ( melihat Allah ) pada hari kiyamat untuk semua orang baik mukmin maupun kafir.
Mereka berhujjah dengan keumumman ayat yang menjelaskan pertemuan dengan Allah seperti ayat berikut :
يَا أَيُّهاَ اْلإِنسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلىَ رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلاَقِيهِ
Artinya :
Hai manusia sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh memuja Tuhanmu,maka pasti kamu akan menemui-Nya. [QS Insyiqa’ ayat 6]
Kata”Insan” dalam ayat di atas menunjukkan jenis yaitu anak Adam. Sebagaimana yang ditafsirkan oleh sebagian ahli tafsir seperti Ibnu Katsir, Ath-Thabari dan Al Qurthubi. Mereka berdalil dengan hadis Abi Said terdahulu, yang menyatakan bahwa manusia akan melihat Allah pertama kali, kemudian dikatakan kepadanya supaya setiap kaum mengikuti apa yang dia sembah di dunia. Dan ini adalah ru’yah yang umum kepada semua manusia.
Kedua :
Melihat Allah hanya bagi orang menampakan keimanannya baik dia mukmin atau orang munafik. Mereka berdalih dengan hadits Abu Hurairah yang menyebutkan bahwa Allah akan menampakkan diriNya dalam bentuk yang diketahui oleh orang yang menyembahNya, kecuali mereka yang menyembah matahari, bulan dan salib.
Ketiga :
Hanya orang yang mukminlah yang akan boleh melihat Allah.
karena Allah berfirman :
كَلآَّ إِنَّهُمْ عَن رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ .
Artinya :
Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat)Tuhannya.
( QS Mutaffifin ayat :15 )

KESIMPULAN
Dari pembahasan ini boleh disimpulkan bahwa Allah boleh dilihat , akan tetapi tidak pernah dilihat dengan mata kepala ,baik oleh nabi Musa maupun Rasulullah di dunia ini.
Allah hanya boleh dilihat di dunia dengan pandangan hati ( Ainul bashiroh ) atau lewat mimpi sesuai dengan Maqom keimanan dan keyakinannya seseorang kepada Allah.
Adapun pada hari kiamat Allah akan dilihat oleh seluruh mahluk-Nya.
Tetapi Ru’yatullah ( melihat Allah ) yang hakiki yang menjadi tambahan kenikmatan, hanya boleh dirasakan oleh orang mukmin setelah mereka masuk kedalam surga.
Ya Allah...! perkenankanlah kami untuk boleh merasakan kenikmatan untuk dapat melihat wajah-Mu yang maha indah.
Amin ya rabbal Alamin.

(Sumber dari Haris Haris / THORIQAT NAQSYABANDIYAH) 




Share on Google Plus

About roslanTv Tarekat

Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis autem vel eum iriure dolor in hendrerit in vulputate velit esse molestie consequat, vel illum dolore eu feugiat nulla facilisis at vero eros et accumsan et iusto odio dignissim qui blandit praesent luptatum zzril delenit augue duis.

0 comments:

Catat Ulasan