Di Jalan Ilmu


 

Di Jalan Ilmu

‌‎إذَا أرَدتَ الصَّلَاحَ فَالتَصِر أرضًا تَحتَ أقدَامِ الشُّيُوخِ.
- الشَيخُ عَبدُ القَادِرِ ‌‎الجيلاَني
Jika engkau ingin kebahagiaan maka engkau harus menjadi debu (yang hina) di bawah telapak kaki gurumu.
Apapun yang terjadi, ingatlah baik-baik cerita para ulama di jalan ilmu.
Kalau alasanmu berhenti menuntut ilmu karena sulit memahami pelajaran, maka ingatlah kisah Syeikh Rais Ibnu Sina.
Beliau membaca kitab Ma Wara`a Tobiah (Metafisika) milik Aristotle sebanyak 40 kali, hingga hafal semuanya.
Tetapi tak satu permasalahan pun beliau pahami. Bahkan beliau tak paham apa tujuan filasuf itu menulis buku tersebut. Hampir-hampir putus asa. Lalu ketika berjalan ke kedai buku bekas, beliau ditawari buku karangan Al-Farabi.
Awalnya sinis, merasa ilmu yang dibaca tidak ada manfaatnya. Tapi karena bukunya dijual murah, hanya tiga dirham, akhirnya beliau beli. Ketika membaca buku itu, tiba-tiba semua kerumitan buku Aristotle tadi lenyap.
Al-Farabi yang bukunya membuka pemahaman Ibnu Sina lebih dahsyat lagi. Beliau membaca kitab Nafs-nya Aristotle sebanyak 200 kali dan kitab As-Sama’ ath-Tobi’i 40 kali.
Pantas saja beliau mampu menyederhanakan kitab Ma Wara`a Tobiah. Buku-buku filasuf Yunani itu sudah mendarah daging. Beliau pandai 70 bahasa asing. (Sofahat Min Sobril ‘Ulama).
Ketika engkau ingin berhenti menuntut ilmu karena keterbatasan ekonomi, maka ingatlah Syekhul Islam Zakariya Al-Ansori. Beliau pergi ke Al-Azhar tanpa kenal siapapun.
Beliau sering kali ketika lapar di tengah malam, keluar masjid, mengumpulkan kulit semangka yang dibuang di dekat tempat wudhu, dibersihkan lalu dimakan. Berkat kesabaran ini akhirnya beliau menjadi Mujaddid mahu guru bergelar Syekhul Islam. (Tobaqat al-Kubra karangan Imam Sya’rani)
Kalau alasan berhenti menuntut ilmu karena diminta orang tua untuk segera bekerja, maka ingatlah cerita Syeikh Hasan Al-Attar, yang secara diam-diam memanfaatkan “waktu luang” kabur dari kedai haruman ayahnya untuk menghafal dan belajar di Al-Azhar.
Setelah diketahui oleh ayahnya, ternyata Al-Attar kecil sudah hafal Al-Qur’an. Ayahnya terharu lalu mati-matian membiayai dia belajar. Hingga jadilah Syeikh Al-Attar Grand Syekh Al-Azhar.
Setiap kitab selalu menjadi rujukan utama. Hingga permasalahan yang sangat sulit dipecahkan diperumpamakan dengan kalimat, “Bahkan Syekh Al-Attar pun tak akan dapat memecahkan masalah ini.” Beliau jadi simbol ketajaman berfikir. (Nawabigh Fikr al-‘Arabi karya Hasan Al-Attar)
Kalau alasanmu ingin berhenti mencari ilmu karena yatim piatu, maka ingatlah Syekh Ahmad Zarruq, yang hidup sejak kecil di bawah didikan neneknya.
Neneknya mengajarkan iman, tauhid dan tawakal dengan cara unik. Beliau menyiapkan makanan, lalu diletakkan di pojok rumah. Ketika beliau datang untuk makan, neneknya bilang, “Aku tak punya apa-apa, berdoalah. Rezeki semuanya ada pada perbendaharaan Allah.”
Maka Syekh Zarruq kecil pun berdoa. Selesai berdoa, neneknya berkata, “Lihatlah di pojok tiang rumah, siapa tahu ada makanan. Rezeki itu tersembunyi, kita harus berusaha mencarinya.”
Ketika menemukan makanan, Zarruq kecil sangat senang dan bertambah keyakinannya pada Allah. Sebelum makan, si nenek bilang, “Ayo bersyukur, supaya Allah menambah rezeki kita.”
Nenek beliau sering bercerita tentang mukjizat Rasulullah, peperangan Nabi, keramat para aulia, ahli tawakkal, dan orang-orang yang hanya mengharap redha Allah.
Maka jadilah Syekh Zarruq imam bagi para sufi, karya dan ahwalnya sangat masyhur. (Syarah Wazifah Zarruqiyah, karya Syeikh Ahmad Sujai)
Kalau yang membuatmu berhenti belajar kerana belum dikarunia pasangan, maka ingatlah Imam Nawawi, Imam Tobari, Al-Qifthi, Ibn Taimiyah, Imam Asy-Syairazi & lainnya. Mereka mampu menjadi ulama besar meskipun tak ada yang mendampingi. (Ulama’ul Uzzab Alladzina Astarul ‘Ilm ‘alaz Zawaj)
Kalau alasanmu berhenti belajar karena punya kesibukan mengurus anak-Isteri, maka ingatlah Syekh Taqiyuddin As-Subki. Beliau mampu mendidik Syekh Tajuddin Assubki.
Atau Ingatlah Syekh Arsyad Al-Banjari yang hampir semua keturunannya menjadi ulama. Atau Syekh Maimoen Zubair, semua anak-anaknya menjadi alim.
Jadi, kalau kita ingin berhenti belajar karena alasan ini, maka ingatlah Syekh Fulan, ingatlah Syekh Fulan. Kalau seperti alasan ini, ingatlah Syekh Fulan yang ini. Ingatlah para ulama dalam belajar.
Kita sama dengan ulama-ulama besar itu. Bezanya: ulama dalam belajar lebih gigih, pantang menyerah, dan selalu berusaha dalam menuntut ilmu. Semoga Allah merahmati para ulama kita dan selalu membimbing kita di jalan ilmu

 ( Hizbun AnNabi wa AaliBaitihi wa Ashabihi )

Share on Google Plus

About roslanTv Tarekat

Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis autem vel eum iriure dolor in hendrerit in vulputate velit esse molestie consequat, vel illum dolore eu feugiat nulla facilisis at vero eros et accumsan et iusto odio dignissim qui blandit praesent luptatum zzril delenit augue duis.

0 comments:

Catat Ulasan