Semoga menjadi inspirasi bagi kita dari cerita si Tukang Becak ini, karena kalau kita mau bersedekah tidak harus menunggu kaya.... (Oleh Ustd. Mhd. Abdul Latif)
Seorang tukang
becak yang miskin memiliki becak dayung. Iya mencari nafkah dengan becaknya.
Akan tetapi pada setiap hari jumat, ia menggeratiskan siapapun yang menjadi
sewanya. Dia tidak mengambil upah sedikit pun pada hari itu. Lalu datanglah orang
kaya menaiki becaknya. Tapi ketika di bayar, ia menolaknya. Orang kaya itu keheranan.
Jumat berikutnya orang kaya itu menaiki becak yang sama. Lalu membayar Rp. 100.000.
Namun tukang becak itu tetap menolaknya.
Jumat berikutnya,
orang kaya itu sengaja menunggu tukang becak tersebut. Akhirnya orang kaya itu
bertemu dengan tukang becak itu dan menaiki becak itu untuk kali yang ketiganya.
Orang kaya itu berkata dalam hatinya, waktu itu dia menolak uang ku mungkin karena
dia menganggap terlalu sedikit. Sesampainya di rumah orang kaya itu, orang kaya
itu memberikan uang Rp.200.000. Namun hal yang sama terjadi. Tukang becak itu
tetap menolaknya. Orang kaya itu berkata " kenapa engkau tak mau menerima
uang ku? " berapa uang yg kau inginkan. kata orang kaya itu. Lalu tukang
becak itu mendekati orang kaya itu dan berkata " wahai bapak, aku ini orang susah, aku tidak memiliki cukup uang
untuk bersedekah, tapi aku ingin sekali bersedekah. Yang ku miliki hanya becak ini. Aku berniat, siapapun yang menaiki
becak ku setiap hari jum’at maka akan ku gratiskan. Itu niat ku. DAN DENGAN JALAN INI LAH AKU BISA UNTUK
BERSEDEKAH”. Orang kaya itu menangis ternyata apa yang dilakukannya selama
ini belum dianggap cukup untuk bersedekah. Dia malu pada dirinya sendiri.
Di dalam hadis
Rasulullah SAW bersabda:
Tangan yang
diatas (pemberi) lebih baik dari pada tangan yang dibawah (penerima), dan
mulailah dari orang-orang yang banyak tanggungannya, dan sebaik-baik sedekah
ialah yang di ambil dari sisa kebutuhan sendiri, barang siapa yang menjaga
kehormatannya, Allah akan menjaganya dan barang siapa merasa cukup, Allah akan
mencukupkan kebutuhannya. (HR. Muttafaq Alaihi)
0 comments:
Catat Ulasan