Manusia terhijab dari memandang kepada takdir karena pandangannya terfokus memandang kepada sebab musabab. keegoan seseorang menjadi alat sebab musabab yang paling berkesan menghijab pandangan hati dari melihat kepada takdir. Keinginan, cita-cita, angan-angan, semangat, akal fikiran dan usaha menutupi hati dari melihat kepada kekuasaan, aturan dan urusan Tuhan. Hijab keegian itu jika disimpulkan ia boleh dilihat sebagai hijab nafsu dan hijab akal. Nafsu yang melahirkan keinginan, cita-cita, angan-angan dan semangat. Akal menjadi tentara nafsu, menimbang, merancang dan mengadakan usaha dalam mensukseskan apa yang dicetuskan oleh nafsu. Jika nafsu inginkan sesuatu yang baik, akal bergerak kepada kebaikan itu. Jika nafsu inginkan sesuatu yang buruk, akal itu juga yang bergerak kepada keburukan. Dalam banyak perkara akal tunduk kepada arahan nafsu, bukan menjadi penasihat nafsu. Oleh sebab itulah di dalam menundukkan nafsu, kita tidak boleh meminta pertolongan akal.
Dalam proses memperoleh penyerahan secara menyeluruh kepada Allah s.w.t terlebih dahulu akal dan nafsu perlu ditundukkan kepada kekuatan takdir. Akal mesti mengakui kelemahannya di dalam membuka simpul ikatan takdir. Nafsu mesti menerima hakikat kelemahan akal dalam perkara tersebut dan ikut tunduk bersama-samanya. Bila nafsu dan akal sudah tunduk barulah hati bisa beriman dengan sebenarnya kepada takdir.
Beriman kepada takdir seharusnya melahirkan penyerahan secara berpengetahuan bukan menyerah kepada kebodohan. Orang yang bodoh tentang hukum dan perjalanan takdir tidak dapat berserah diri dengan sebenarnya kepada Allah s.w.t karena di balik kebodohannya itulah nafsu akan menggunakan akal untuk menimbulkan keraguan terhadap Allah s.w.t. Rohani orang yang bodoh dengan hakikat takdir itu masih terikat dengan sifat-sifat kemanusiaan biasa. Dia masih melihat bahwa makhluk bisa mendatangkan kesan kepada kehidupannya. Tindakan orang lain dan kejadian-kejadian sering mengacau jiwanya. Keadaan yang demikian menyebabkan dia tidak dapat bertahan untuk terus berserah diri kepada Tuhan. Sekiranya dia memahami tentang hukum dan peraturan Tuhan dalam perkara takdir tentu dia dapat bertahan dengan iman. Hadis menceritakan tentang takdir:
Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah s.a.w, “Wahai Rasulullah, apakah iman?” Jawab Rasulullah s.a.w, “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan Hari Kemudian. Juga engkau beriman dengan Qadar baiknya, buruknya, manisnya dan pahitnya adalah dari Allah s.w.t”. { Maksud Hadis }
Pandangan kita sering keliru dalam memandang kepada takdir yang berlaku. Kita dikelirukan oleh istilah-istilah yang biasa kita dengar Kita cenderung untuk merasakan seolah-olah Allah s.w.t hanya menentukan yang pokok saja sementara yang halus-halus ditentukan-Nya kemudian iaitu seolah-olah Dia Melihat dan Mengkaji perkara yang berbangkit barulah Dia membuat keputusan. Kita merasakan apabila kita berjuang dengan semangat yang gigih untuk mengubah perkara dasar yang telah Allah s.w.t tetapkan dan Dia Melihat kegigihan kita itu dan bersimpati dengan kita lalu Dia pun membuat ketentuan baru supaya terlaksana takdir baru yang sesuai dengan perjuangan kita. Kita merasakan kehendak dan pengaturan kita berada di hadapan sementara Kehendak dan Tadbir Allah s.w.t mengikut di belakang. Anggapan dan perasaan yang demikian bisa membawa kepada kesesatan dan kedurhakaan yang besar karena kita meletakkan diri kita pada taraf Tuhan dan Tuhan kita letakkan pada taraf hamba yang menurut kehendak kita. Bagi menjauhkan diri dari kesesatan dan kedurhakaan yang besar itu kita perlu sangat memahami soal sunnatullah atau ketentuan Allah s.w.t. Segala kejadian berlaku menurut ketentuan dan pengaturan Allah s.w.t. Tidak ada yang berlaku secara kebetulan. Ilmu Allah s.w.t meliputi yang awal dan yang akhir, yang azali dan yang abadi. Apa yang dilahirkan dan apa yang terjadi telah ada pada Ilmu-Nya.
Tidak ada sesuatu kesusahan (atau bala bencana) yang ditimpakan di bumi, dan tidak juga yang menimpa diri kamu, melainkan telah sedia ada di dalam Kitab (pengetahuan Kami) sebelum Kami menjadikannya; sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Ayat 22 : Surah al-Hadiid)
Maha Berkat (serta Maha Tinggilah kelebihan) Tuhan yang menguasai pemerintahan (dunia dan akhirat); dan memanglah Ia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu; - ( Ayat 1 : Surah al-Mulk )
Dan Yang telah mengatur (keadaan makhluk-makhluk-Nya) serta memberikan hidayah petunjuk (ke jalan keselamatannya dan kesempurnaannya); ( Ayat 3 : Surah al-A’laa)Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air (di sana sini), lalu bertemulah air (langit dan bumi) itu untuk (melakukan) satu perkara yang telah ditetapkan. ( Ayat 12 : Surah al-Qamar )
Segala perkara, tidak kira apa istilah yang digunakan, adalah termasuk dalam ketentuan Allah s.w.t. Apa yang kita istilahkan sebagai perjuangan, ikhtiar, doa, kekeramatan, mukjizat dan lain-lain semuanya adalah ketentuan Allah s.w.t. Pagar takdir mengelilingi segala-galanya dan tidak ada sebesar zarah pun yang mampu menembus benteng takdir yang maha teguh. Tidak terjadi perjuangan dan ikhtiar melainkan perjuangan dan ikhtiar tersebut telah ada dalam pagar takdir. Tidak berdoa orang yang berdoa melainkan halnya berdoa itu adalah takdir untuknya yang sesuai dengan ketentuan Allah s.w.t untuknya. Perkara yang didoakan juga tidak lari dari ketentuan Allah s.w.t. Tidak berlaku kekeramatan dan mukjizat melainkan kekeramatan dan mukjizat itu adalah takdir yang tidak menyimpang dari pengaturan Allah s.w.t. Tidak menghirup satu nafas atau berdenyut satu nadi melainkan ianya adalah takdir yang menlahirkan urusan Allah s.w.t pada azali.
Kami datang dari Allah dan kepada Allah kami kembali.
Segala perkara datangnya dari Allah s.w.t atau Dia yang mengadakan ketentuan tanpa campurtangan sesiapa pun. Segala perkara kembali kepada-Nya karena Dialah yang mempastikan hukum ketentuan-Nya terlaksana tanpa sesiapa pun mampu menyekat urusan-Nya.
Apabila sudah difahami bahwa usaha, ikhtiar, menyerah diri dan segala-galanya adalah takdir yang menurut ketentuan Allah s.w.t, maka seseorang itu tidak lagi merasa bingung sama ada mau berikhtiar atau menyerah diri. Ikhtiar dan berserah diri sama-sama berada di dalam pagar takdir. Jika seseorang menyedari makamnya sama ada asbab atau tajrid maka dia hanya perlu bertindak sesuai dengan makamnya. Ahli asbab perlu berusaha dengan gigih menurut keadaan hukum sebab-akibat. Apa juga hasil yang muncul dari usahanya diterimanya dengan senang hati karena dia tahu hasil itu juga adalah takdir yang diatur oleh Allah s.w.t. Jika hasilnya baik dia akan bersyukur karena dia tahu bahwa kebaikan itu datangnya dari Allah s.w.t. Jika tidak ada ketentuan baik untuknya niscaya tidak mungkin dia mendapat kebaikan. Jika hasil yang buruk pula sampai kepadanya dia akan bersabar karena dia tahu apa yang datang kepadanya itu adalah menurut ketentuan Allah bukan tunduk kepada usaha dan ikhtiarnya. Walaupun hasil yang tidak sesuai dengan seleranya datang kepadanya tetapi usaha baik yang dilakukannya tetap diberi pahala dan keberkatan oleh Allah s.w.t sekiranya dia bersabar dan rela dengan apa juga takdir yang sampai kepadanya itu.
jadi hakikatnya ketika seseorang itu tidak terima dengan keadaannya, entah miskin, papa, yatim, sakit, jika tidak terima namanya kufur/ingkar, ingkar terhadap ketentuan yang Allah tentukan, makanya kemudian Allah akan mengazabnya, azab Allah itu timbul di dalam hatinya yang ingkar, seumpama orang ingkar terhadap kakinya, lalu memotong kakinya, ketika dia tidak punya kaki, maka yang kesusahan berjalan dirinya sendiri, bukan orang lain, lalu jika dia ingkar terhadap tangannya lalu memotong tangannya, maka yang kesusahan tdk bisa memegang dia sendiri, sama ketika hati orang itu ingkar dengan hatinya, dia seumpama melukai menyayat hatinya, maka hatinya akan sakit, makin sakit, itulah azab di dunia, belum lagi azab di akherat.
sebaliknya orang yang menerima dan bersyukur dengan ketentuan Allah, bagaimanapun di terima, sebab tdk ada bayi lahir itu keluar dari mobil bawa motor mobil rumah dll atribut dunia, semua bayi itu lahir telanjang bulat, tapi jika orang itu bersyukur, Allah akan menambahi, dan menambahi, beda tipis, lahir sama sama telanjang, makin jauh dan makin lama hidup, bersyukur dan tidak akan makin jauh bedanya. yang tidak bersyukur akan makin tersiksa dengan azabnya Allah, dan yang bersyukur akan memperoleh anugerah tambahan dan tambahan.
Sumber dari FB SULUK JALAN PARA WALI

0 comments:
Catat Ulasan