𝐏𝐞𝐫𝐣𝐚𝐥𝐚𝐧𝐚𝐧 𝐑𝐮𝐡𝐚𝐧𝐢 𝐒𝐚𝐲𝐲𝐢𝐝𝐚𝐡 𝐑𝐚𝐛𝐢’𝐚𝐡 𝐀𝐥 𝐀𝐝𝐚𝐰𝐢𝐲𝐲𝐚𝐡 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐒𝐚𝐦𝐩𝐚𝐢 𝐊𝐞𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐌𝐚𝐪𝐚𝐦 𝐌𝐚𝐡𝐚𝐛𝐛𝐚𝐡 𝐃𝐚𝐧 𝐌𝐚’𝐫𝐢𝐟𝐚𝐭
Perjalanan sebelum sampai ke tahapan maqam tersebut, Rabi’ah terlebih dahulu melampaui tahapan-tahapan lain, antara lain "tobat, sabar dan syukur". Tahapan-tahapan ini ia lampaui seiring dengan perwujudan Cintanya kepada Tuhan. Tapi pada tahap tertentu, Cinta Rabi’ah kepada Tuhannya seakan masih belum terpuaskan, meski hijab penyaksian telah disibakkan. Oleh karena itu, Rabi’ah tak henti-hentinya memohon kepada Kekasihnya itu agar ia bisa terus mencintai-Nya dan Dia pun Cinta kepadanya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah:
“Dia mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya” (QS. 5: 59).
Dalam kegamangannya itu, Rabi’ah tak putus-putusnya berdoa dan bermunajat kepada Allah. Bahkan dalam doanya itu ia berharap agar tetap mencintai Allah hingga Allah memenuhi ruang hatinya. Doanya:
𝐓𝐮𝐡𝐚𝐧𝐤𝐮, 𝐦𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐛𝐞𝐫𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐢𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐠𝐞𝐫𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐚𝐦𝐩𝐚𝐤𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐫𝐢.
𝐀𝐤𝐮 𝐠𝐞𝐥𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐚𝐩𝐚𝐤𝐚𝐡 𝐚𝐦𝐚𝐥𝐚𝐧𝐤𝐮 𝐄𝐧𝐠𝐤𝐚𝐮 𝐭𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚, 𝐡𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚 𝐚𝐤𝐮 𝐦𝐞𝐫𝐚𝐬𝐚 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚,
𝐀𝐭𝐚𝐮𝐤𝐚𝐡 𝐄𝐧𝐠𝐤𝐚𝐮 𝐭𝐨𝐥𝐚𝐤 𝐡𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚 𝐬𝐞𝐡𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚 𝐚𝐤𝐮 𝐦𝐞𝐫𝐚𝐬𝐚 𝐛𝐞𝐫𝐬𝐞𝐝𝐢𝐡,
𝐃𝐞𝐦𝐢 𝐤𝐞-𝐌𝐚𝐡𝐚 𝐊𝐮𝐚𝐬𝐚𝐚𝐧-𝐌𝐮, 𝐢𝐧𝐢𝐥𝐚𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐮𝐥𝐚𝐤𝐮𝐤𝐚𝐧.
𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚 𝐄𝐧𝐠𝐤𝐚𝐮 𝐛𝐞𝐫𝐢 𝐚𝐤𝐮 𝐡𝐚𝐲𝐚𝐭, 𝐬𝐞𝐤𝐢𝐫𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐄𝐧𝐠𝐤𝐚𝐮 𝐮𝐬𝐢𝐫 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐝𝐞𝐩𝐚𝐧 𝐩𝐢𝐧𝐭𝐮-𝐌𝐮, 𝐚𝐤𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐫𝐠𝐢 𝐤𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚𝐤𝐮 𝐩𝐚𝐝𝐚-𝐌𝐮, 𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐦𝐞𝐧𝐮𝐡𝐢 𝐡𝐚𝐭𝐢𝐤𝐮.
𝐌𝐚𝐡𝐚𝐛𝐛𝐚𝐡 𝐒𝐚𝐲𝐲𝐢𝐝𝐚𝐡 𝐑𝐚𝐛𝐢'𝐚𝐡 𝐀𝐥 𝐀𝐝𝐚𝐰𝐢𝐲𝐲𝐚𝐡
Apa yang diajarkan Rabi’ah melalui mahabbah-nya, sebenarnya tak berbeda jauh dengan yang diajarkan Hasan al-Bashri dengan konsep khauf (takut) dan raja’ (harapan). Hanya saja, jika Hasan al-Bahsri mengabdi kepada Allah didasarkan atas ketakutan masuk neraka dan harapan untuk masuk surga, maka mahabbah Rabi’ah justru sebaliknya. Ia mengabdi kepada Allah bukan lantaran takut neraka maupun mengharapkan balasan surga, namun ia mencintai Allah lebih karena Allah semata. Sikap cinta kepada dan karena Allah semata ini misalnya tergambar dalam sya’ir Rabi’ah sebagai berikut:
𝒀𝒂 𝑨𝒍𝒍𝒂𝒉, 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒆𝒎𝒃𝒂𝒉-𝑴𝒖,
𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒕𝒂𝒌𝒖𝒕 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒏𝒆𝒓𝒂𝒌𝒂,
𝒎𝒂𝒌𝒂 𝒃𝒂𝒌𝒂𝒓𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒌𝒖 𝒅𝒊 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒏𝒆𝒓𝒂𝒌𝒂.
𝑫𝒂𝒏 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒆𝒎𝒃𝒂𝒉-𝑴𝒖 𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒉𝒂𝒓𝒂𝒑𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒖𝒓𝒈𝒂,
𝒄𝒂𝒎𝒑𝒂𝒌𝒌𝒂𝒏𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒌𝒖 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒔𝒖𝒓𝒈𝒂.
𝑻𝒆𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒆𝒎𝒃𝒂𝒉-𝑴𝒖, 𝒅𝒆𝒎𝒊 𝑬𝒏𝒈𝒌𝒂𝒖. 𝒋𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏𝒍𝒂𝒉 𝑬𝒏𝒈𝒌𝒂𝒖 𝒆𝒏𝒈𝒈𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒎𝒑𝒆𝒓𝒍𝒊𝒉𝒂𝒕𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒘𝒂𝒋𝒂𝒉-𝑴𝒖
𝒚𝒂𝒏𝒈 𝑨𝒃𝒂𝒅𝒊 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂𝒌𝒖.
𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐒𝐚𝐲𝐲𝐢𝐝𝐚𝐡 𝐑𝐚𝐛𝐢𝐚𝐭𝐮𝐥 𝐀𝐥 𝐀𝐝𝐚𝐰𝐢𝐲𝐲𝐚𝐡 𝐊𝐞𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐈𝐥𝐥𝐚𝐡𝐢 𝐀𝐤𝐚𝐧 𝐌𝐞𝐦𝐛𝐚𝐰𝐚 𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐏𝐚𝐝𝐚 𝐊𝐞𝐬𝐢𝐦𝐩𝐮𝐥𝐚𝐧: “𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐚𝐩𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐞𝐧𝐜𝐢?”
Cinta Rabi’ah kepada Allah sebegitu kuat membelenggu hatinya, sehingga hatinya pun tak mampu untuk berpaling kepada selain Allah. Pernah suatu ketika Rabi’ah ditanya, “Apakah Rabi’ah tidak mencintai Rasul?” Ia menjawab, “Ya, aku sangat mencintainya, tetapi cintaku kepada Pencipta membuat aku berpaling dari mencintai makhlukNya.”
Rabi’ah juga ditanya tentang eksistensi syetan dan apakah ia membencinya? Ia menjawab, “Tidak, cintaku kepada Tuhan tidak meninggalkan ruang kosong sedikit pun dalam diriku untuk rasa membenci syetan.”
Allah adalah teman sekaligus Kekasih dirinya, sehingga ke mana saja Rabi’ah pergi, hanya Allah saja yang ada dalam hatinya. Ia mencintai Allah dengan kesungguhan hati dan keimanan. Karena itu, ia sering jadikan Kekasihnya itu sebagai teman bercakap dalam hidup.
Dalam salah satu sya’ir berikut jelas tergambar bagaimana Cinta Rbi’ah kepada Teman dan Kekasihnya itu:
𝑲𝒖𝒋𝒂𝒅𝒊𝒌𝒂𝒏 𝑬𝒏𝒈𝒌𝒂𝒖 𝒕𝒆𝒎𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒓𝒄𝒂𝒌𝒂𝒑 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒉𝒂𝒕𝒊𝒌𝒖,
𝑻𝒖𝒃𝒖𝒉 𝒌𝒂𝒔𝒂𝒓 𝒌𝒖 𝒃𝒊𝒂𝒓 𝒃𝒆𝒓𝒄𝒂𝒌𝒂𝒑 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌.
𝑱𝒊𝒔𝒊𝒎𝒌𝒖 𝒃𝒊𝒂𝒓 𝒃𝒆𝒓𝒄𝒆𝒏𝒈𝒌𝒆𝒓𝒂𝒎𝒂 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝑻𝒖𝒉𝒂𝒏𝒌𝒖,
𝑰𝒔𝒊 𝒉𝒂𝒕𝒊𝒌𝒖 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑 𝑬𝒏𝒈𝒌𝒂𝒖 𝒔𝒆𝒏𝒅𝒊𝒓𝒊.
[ Sumber dari KUMPULAN SYAIR SUFI JALALUDDIN RUMI DAN LAINNYA. ]
0 comments:
Catat Ulasan