ILMU ZIKIR.

 


ILMU ZIKIR.
**** *** ****
Shalat itu ibadah utama. Zikir itu Ruhnya.
Rusak Zikirnya, hancur shalatnya.
Benar zikirnya, shahih shalatnya : tanpa hisab amalan selainnya. Insya Allah. Amin.
Adapun ruh shalat itu Li-zikri, yaitu dengan mengingat Allah (Q.S. Taha [20] : 14).
Mengingat Allah itu dianjurkan dalam setiap keadaan (berbaring, duduk, berdiri) dan berkekalan setiap waktu (dalam bahasa Qur'an "dari pagi hingga petang").
Zikir itu makna utamanya ialah mengingat, bukan menyebut-sebut, bukan membaca-baca, bukan bernapas-napas, <-- yang terakhir ini yang paling jauh menyimpang dari makna zikir.
Adapun untuk membantu jasad mengingat, disyariatkanlah mewiridkan puji-pujian kepada Allah. Namun tetaplah prinsip zikir itu mengingat, bukan menyebut-sebut, bukan membaca-baca.
Jenis Zikir.
Hanya ada dua jenis zikir, yaitu zikir Jahri (bersuara) dan zikir Khafi (rahasia).
"Sebaik-baik zikir adalah zikir dengan samar dan sebaik-baiknya rizki adalah rizki yang mencukupi" Nabi SAW juga bersabda, "Zikir yang tidak terdengar oleh malaikat pencatat amal mengungguli atas zikir yang dapat didengar oleh mereka sebanyak tujuh puluh kali lipat." (H.R. Baihaqi).
Zikir Jahri.
Mewiridkan puji-pujian kepada Allah dengan lisan atau dalam hati. Zikir ini masih berhuruf, bersuara dan berbentuk. Zikir jahri ini yang dilakukan oleh nafs dan jasad. Bisa dikatakan zikir jahri ini baru zikir qauli dan fi'li. Mulut atau hati mengucap, jemari tangan menghitung.
Jadi menyebut-sebut bacaan zikir "subhanallah" didalam hati itu masih tergolong zikir jahri karena masih berhuruf, bersuara, dan berbentuk.
Yang masih berhuruf, bersuara dan berbentuk, masih bisa didengar malaikat ; masih terdeteksi oleh malaikat.
Zikir jahri ini ada kelemahannya, yaitu baru zikir level jasad dan nafs. Jadi daya tahan kita berzikir bergantung pada stamina jasad. Kita tidak bisa berkekalan mengingat Allah setiap waktu (nonstop) dalam keseharian. Ketika kita sedang berbicara, kita tidak bisa mewiridkan puji-pujian dalam hati, tidak percaya? Silahkan anda coba sekarang juga. Ketika sedang tidur, kita tidak bisa mewiridkan puji-pujian. Belum pernah ada orang dalam tidurnya mengigaukan bacaan "subhanAllah...subhanAllah...subhanAllah" sepanjang malam sampai terbangunnya.
Zikir Khafi.
Zikir khafi ialah yang tersembunyi ; tidak terdeteksi oleh malaikat pencatat amal karena zikir ini tidak berhuruf, tidak bersuara, dan tidak berbentuk. Ada juga yang menyebut zikir khafi ini sebagai zikir sirri atau zikir rahasia.
Disebut zikir rahasia maksudnya bukan zikir yang tidak boleh diketahui umum, melainkan karena itu tadi, zikir ini tidak berhuruf, tidak bersuara dan tidak berbentuk.
Maksudnya bagaimana sih zikir yang tidak berhuruf, tidak bersuara, dan tidak berbentuk itu?
* Ingat lagi makna kata zikir itu apa? Yup, makna kata zikir itu mengingat.
* Mengingat siapa? Mengingat Allah.
* Allah itu bagaimana bentuknya? Laysa kamits lihi syai'un "Tidak sama dengan segala sesuatu". (Q.S. Asy-Syura [42] : 11).
Allah SWT bukan berupa huruf alif-lam-lam-ha.
Alif-lam-lam-ha itu rangkaian huruf pembentuk Nama-Nya, bukan Diri Allah-nya Sendiri. Lafaz sebutan "Allah" itu hanya Nama Tuhan yang disuarakan, bukan Diri Allah itu berupa suara.
Allah juga tidak berbentuk karena justru Allah itu Pencipta segala bentuk. Maka setiap yang memiliki bentuk, bukan Tuhan.
Ketika mengingat sesuatu/makhluk/orang, kita ingat akan bentuk (wajahnya) atau kesan tentang orang itu. Ketika mengingat sesuatu/makhluk/orang, kita pakai pikiran dan/atau perasaan.
Ketika mengingat Allah yang tidak sama dengan segala sesuatu bagaimana? Diamkan pikiran dan perasaan. Karena setiap yang bisa dipikir dan bisa dirasa pasti makhluk, bukan Tuhan.
Bagaimana cara mendiamkan pikiran dan perasaan itu? Ya jangan ada yang dipikir² dan jangan ada yang dirasa² ketika beribadah. Beribadah ya beribadah saja, tapi ketika melakukannya, pikiran dan perasaan jangan jalan kemana². Diamkan. Itulah artinya kita sebenar² mengingat Allah SWT. Itulah praktik sebenar² zikrullah. As simple as that!
YURIIDULLAAHU BIKUMUL YUSRA WALAA YURIIDU BIKUMUL 'USRA : Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 185).
Zikir khafi ini disebut juga zikir kamaliyah, artinya zikir yang sempurna. Dikatakan zikir yang sempurna karena itu tadi, zikir yang akurat dalam mengingat Allah yang tak bisa ditafsir itu, hanya bisa dengan diam-hakiki.
Zikir khafi ini disebut juga zikir kamaliyah, artinya zikir yang sempurna. Dikatakan zikir yang sempurna karena zikir ini tidak berhuruf, tidak bersuara, dan tidak berbentuk.
Yang namanya diam, adakah suaranya? Kalau bersuara, bukan diam namanya, bukan?!
Yang namanya diam, apakah berbentuk? Adakah bentuknya? Tidak ada.
Zikir khafi ini disebut juga zikir kamaliyah, artinya zikir yang sempurna. Dikatakan zikir yang sempurna karena zikir khafi ini tidak ada awal-tengah-akhirnya. Yang namanya diam, adakah awal-tengah-akhirnya? Tidak ada.
Zikir inilah yang bisa tetap berkekalan setiap waktu, setiap detik, bahkan ketika kita sedang tidur, bekerja, berbicara, dan melakukan apapun yang tidak melanggar syara' dalam keseharian kita : 24 jam nonstop berkekalan (da'im) beserta Allah SWT.
Zikir inilah yang sebenarnya menjadi rukun qalbi dalam setiap ritual ibadah Islam. Ibadah apapun, tetap rukun qalbinya : diam. Diam disini maksudnya mendiamkan batin (pikiran dan perasaan), bukan mendiamkan jasad mematung, <-- yang model ini namanya diam berhala.
Zikir inilah yang sebenarnya menjadi rukun qalbi dalam setiap ritual ibadah Islam. Mengapa selama ini ulama tidak menyampaikan seperti ini? Karena ulama sendiri tidak tahu. Mengapa ulama sampai tidak tahu? Karena ilmu ruhaninya terputus. Sanad ilmu jasmaninya (teori syari'at) boleh saja bersambung sampai ke Rasulullah SAW, tetapi ilmu ruhaninya (praktik amalan hati) terputus.
Dua Jenis Zikir itu Sebenarnya Satu Paket.
Bukti keterputusan ilmu para ulama masa kini itu terbukti dari pemisahan dua jenis zikir yang sebenarnya satu paket. Satu paket bagaimana? Maksudnya, ketika kita melaksanakan zikir jahri, pada saat itu juga kita lakukan zikir khafi. Ketika lisan menyuarakan bacaan zikir dan jemari tangan menghitung (jahar), pada saat yang bersamaan kita mendiamkan pikiran dan perasaan (khafi), <-- musti seperti ini dan hanya dengan seperti ini zikir kita terhisab sebagai sebuah amal ibadah, baik dilakukan sendirian maupun secara berjamaah.
Sekali lagi definisi iman menurut jumhur ulama :
YUSHDIIQU BILQALBI, WA IQRAARA BILLISAANI, WA 'AFLA BIL ARKAANI = "Membenarkan dengan hati (qalbi), mengikrarkan dengan lisan (qauli) dan mengamalkan dengan anggota badan (fi'li)."
Jadi kalau berzikir hanya di lisan dan di hitungan jemari tangan, lengkap tidak syarat imannya? Silahkan anda jawab sendiri.
Apa buktinya kalau zikir jahar tidak disertai zikir khafi itu hilang nilai ibadahnya?
Bukankah banyak yang berzikir-zikir dengan instruksi memejamkan mata sambil membayang-bayangkan wajah mursyid? Jika demikian adanya, kita itu mengamalkan zikrullah atau zikrulmursyid? Tidak ada sandaran dalilnya bahwa membayangkan wajah mursyid ketika berzikir itu sama artinya dengan zikrullah. Lagi pula yang disebut ber-tawassul itu bukan seperti itu.
Bukankah banyak yang berzikir-zikir lalu timbul kelainan jiwa seperti mendadak takut atau mendadak menangis setiap dengar orang menyebut kata "Allah". Tidak ada sandaran dalilnya bahwa perilaku paranola tak jelas seperti itu diganjar dengan fahala. Yang ada dalilnya itu "Hanya dengan mengingat Allah jiwamu menjadi tenteram", bukan malah timbul kelainan jiwa.
Bukankah banyak yang berzikir-zikir lalu lengah kesadaran lalu merasakan sensasi "melayang" atau trance, bahkan sampai hilang kesadaran sama sekali (pingsan), atau bahkan sampai kesurupan? Tidak ada sandaran dalilnya bahwa trance atau kesurupan itu diganjar dengan fahala. Yang ada dalilnya itu "Hanya dengan mengingat Allah jiwamu menjadi tenteram", bukan jadi malah kerasukan jin.
Bukankah banyak yang berzikir-zikir lalu timbul halusinasi, terpandang ini-itu yang gaib ; kalau tidak jin, ya alamnya jin yang terpandang. Apakah itu maksud dan tujuan zikir anda? Jika bertemu dengan makhluk lagi, bukan mengingat Allah SWT namanya.
Kok bisa sih orang berzikir lalu timbul halusinasi atau terpandang ini-itu yang aneh-aneh? Ya karena rukun qalbi-nya tidak sahih ; rukun qalbi-nya tidak dilakukan dengan benar sebagaimana fenomena menyimpang dari cara-cara berzikir diatas tadi.
Perihal bisa sampai terpandang ini-itu atau sampai kesurupan segala, begini ceritanya. Menyebut-sebut berkali-kali "Asma/Sifat Allah SWT dengan menyebut-sebut berulang-ulang nama/sifat makhluk itu secara teknis tidak ada perbedaan sama sekali.
Mewiridkan "SubhanAllah" 1000× dengan mewiridkan "si Adam brengsek" 1000× secara teknis hanya terhitung sebagai "olahraga vokal".
Mewiridkan "SubhanAllah" 1000× dengan mewiridkan "si Adam brengsek" 1000× secara teknis sama sekali tidak ada bedanya, yaitu memanfaatkan artikulator [lidah] dan titik-titik artikulasi [langit-langit mulut, bibir, dan gigi] <-- soal ini ahli bahasa, khususnya bidang fonetik tahu persis.
Sekarang, mari kita bahas fisiologi manusia dulu.
Fisiologi manusia adalah ilmu mekanis, fisik, dan biokimia fungsi manusia yang sehat, organ-organ mereka, dan sel-sel yang mereka tersusun.
Pada manusia ada yang disebut suhu tubuh.
Kita pakai bahasa orang awam saja ; suhu tubuh itu dihasilkan dari hasil pembakaran makanan di lambung yang lalu diedarkan melalui darah yang dipompakan jantung ke seluruh tubuh.
Jadi, kita tidak bergerak saja, jasad kita sudah panas. Panas dari proses penguraian makanan di lambung, panas dari aktivitas jantung berdegup, dan panas dari gesekan sel-sel darah dengan cairan pada dinding pembuluh darah. Panas ini juga yang bisa disensor menjadi sebentuk aura tubuh.
Kita tidak bergerak saja, jasad kita sudah panas. Apalagi jika ditambah dengan olahraga vokal berupa berzikir-zikir di mulut. Lidah naik-turun, ditarik dan dijulur, menyentuh gigi atau langit-langit mulut, sambil mulut kadang dibulatkan, dilebarkan, atau dikatupkan, tentu menghasilkan panas yang lebih. Apalagi jika ini dilakukan dalam waktu lama. Pasti panas. Bohong kalau berzikir-zikir lama itu tidak meningkatkan suhu tubuh. Panas. Dari panas inilah timbul fatamorgana.
Jin-setan-Iblis itu diciptakan dari api yang tidak berasap. Memang wujud api jin dengan wujud api dunia itu berbeda. Tapi benang merahnya ada di "panas". Ketika kesadaran hilang, portal pintu setan masuk ke jasad terbuka lebar. Pandangan kita diambil alih dan terganti dengan pandangan jin-setan!
Saya sering kok berzikir lama-lama, tapi tidak sampai hilang kesadaran, tidak timbul fatamorgana, apalagi sampai kesurupan, tidak sama sekali. Setiap habis zikir badan malah segar dan hati rasanya lapang. Bagaimana tuh?
Ya, yang begitu disebutnya olahraga vokal juga. Kalau kita usai ber-jogging lalu beristirahat, mandi, lalu duduk santai di teras rumah, badan juga terasa bugar dan hati rasanya lapang-tenteram selepas berolahraga, belum nikmat iman hasil beribadah. Jika demikian, apa bedanya aktivitas berzikir kita dengan ber-jogging?
Kita ulangi lagi, definisi iman menurut jumhur ulama :
YUSHDIIQU BIL QALBI, WA IQRAARA BILLLISAANI, WA 'AFLA BIL ARKAANI = Membenarkan dengan hati (qalbi), dan mengikrarkan dengan lisan (qauli), dan mengamalkan dengan anggota badan (fi'li).
Di mulut berkata "Allah" ; di hati ada tidak Allah itu?
* Kalau di mulut berkata "Allah", di hati adanya "alif-lam-lam-ha" : batal. Berarti tidak ada Allah di hati. Di mulut ada, di hati tidak ada <-- pendusta.
* Kalau di mulut berkata "Allah", di hati adanya gambaran angan serupa cahaya-cahaya" : batal. Berarti tidak ada Allah di hati. Di mulut ada, di hati tidak ada <-- pendusta.
* Kalau di mulut berkata "SubhanAllah", di hati adanya makna "Mahasuci Allah" : batal. Berarti tidak ada Allah di hati. Di mulut ada, di hati tidak ada <-- pendusta.
Begitulah jadinya kalau hanya jasad saja yang berzikir-zikir, sedangkan ruh diabaikan.
Begitulah jadinya zikir tanpa rukun qalbi, itulah berzikir tanpa ilmu.
Lebih menyedihkan lagi jika kita ingat betapa zikrullah itu ruhnya shalat. Kalau selama ini zikir kita nilainya amburadul, macam mana lagi nilai shalat kita?
Sudah berapa belas atau puluhan tahun zikir dan shalat kita seperti itu? Bercita-cita masuk surga tanpa hisab pula?
(Pusaka Madinah Tauhid Hakiki/ISUS : Ilmu Sedikit Untuk Segala²nya).
Mursyid Hakiki Almarhum KH Undang Siradj.

TINGKATAN DAN MAQAM ZIKIR
JANGAN MENINGGALKAN ZIKIR LANTARAN ENGKAU BELUM SELALU INGAT KEPADA ALLAH S.W.T KETIKA BERZIKIR, SEBAB KELALAIAN KAMU TERHADAP ALLAH S.W.T KETIKA TIDAK BERZIKIR LEBIH BAHAYA DARIPADA KELALAIAN KAMU TERHADAP ALLAH S.W.T KETIKA KAMU BERZIKIR.
SEMOGA ALLAH S.W.T MENAIKKAN DARJAT KAMU DARIPADA ZIKIR DENGAN KELALAIAN KEPADA ZIKIR YANG DISERTAI INGAT KEPADA ALLAH S.W.T, DAN MUDAH-MUDAHAN ALLAH S.W.T AKAN MENGANGKAT KAMU DARIPADA ZIKIR YANG BESERTA KEHADIRAN ALLAH S.W.T DI DALAM HATI KAMU KEPADA ZIKIR DI MANA LENYAPNYA SEGALA SESUATU SELAIN ALLAH S.W.T. HAL YANG DEMIKIAN ITU TIDAKLAH SUKAR BAGI ALLAH S.W.T.
Empat keadaan yang berkaitan dengan zikir:
1) Tidak berzikir langsung.
2) Berzikir dalam keadaan hati tidak ingat kepada Allah s.w.t.
3) Berzikir dengan disertai rasa kehadiran Allah s.w.t di dalam hati.
4) Berzikir dalam keadaan fana dari makhluk, lenyap segala sesuatu dari hati, hanya Allah s.w.t sahaja yang ada.
Bukanlah sukar bagi Allah s.w.t untuk mengubah suasana hati hamba-Nya yang berzikir dari suasana yang kurang baik kepada yang lebih baik hingga mencapai yang terbaik.
Kerohanian manusia berada dalam beberapa darjat, maka suasana zikir juga berbeza-beza, mengikut darjat rohaninya. Darjat yang paling rendah adalah si raghib yang telah tenat dikuasai oleh syaitan dan dunia. Cahaya api syaitan dan fatamorgana dunia menutup hatinya sehingga dia tidak sedikit pun mengingati Allah s.w.t. Seruan, peringatan dan ayat-ayat Allah s.w.t tidak melekat pada hatinya. Inilah golongan Islam yang dijajah oleh sifat munafik. Golongan ini tidak berzikir langsung.
Golongan kedua berzikir dengan lidah tetapi hati tidak ikut berzikir. Lidah menyebut nama Allah s.w.t, tetapi ingatan tertuju kepada harta, pekerjaan, perempuan, hiburan dan lain-lain. Inilah golongan orang Islam yang awam. Mereka dinasihatkan supaya jangan meninggalkan zikir kerana dengan meninggalkan zikir mereka akan lebih dihanyutkan oleh kelalaian.. Tanpa zikir, syaitan akan lebih mudah memancarkan gambar-gambar tipuan kepada cermin hatinya dan dunia akan lebih kuat menutupinya. Zikir pada peringkat ini berperanan sebagai ‘juru ingat’. Sebutan lidah menjadi teman yang mengingatkan hati yang lalai. Lidah dan hati berperanan seperti dua orang yang mempunyai minat yang berbeza. Seorang enggan mendengar sebutan nama Allah s.w.t, sementara yang seorang lagi memaksanya mendengar dia menyebut nama Allah s.w.t. Sahabat yang berzikir (lidah) mestilah memaksa bersungguh-sungguh agar temannya (hati) mendengar ucapannya. Di sini terjadilah peperangan di antara tenaga zikir dengan tenaga syaitan yang disokong oleh tenaga dunia yang cuba menghalang tenaga zikir dari memasuki hati.
Golongan yang ketiga pula adalah mereka yang tenaga zikirnya sudah berjaya memecahkan dinding yang dibina oleh syaitan dan dunia. Ucapan zikir sudah boleh masuk ke dalam hati. Tenaga zikir bertindak menyucikan hati daripada karat-karat yang melekat padanya. Pada mulanya ucapan zikir masuk ke dalam hati sebagai sebutan nama-nama Allah s.w.t. Setelah karat hati sudah hilang maka sebutan nama-nama Allah s.w.t akan disertai oleh rasa mesra yang mengandungi kelazatan. Pada peringkat ini zikir tidak lagi dibuat secara paksa. Hati akan berzikir tanpa menggunakan lidah. Sebutan nama-nama Allah s.w.t menghalakan hati kepada Empunya nama-nama, merasai sifat-sifat-Nya sebagaimana dinamakan.
Golongan ke empat ialah mereka yang telah sepenuhnya dikuasai oleh Haq atau hal ketuhanan. Mereka sudah keluar dari sempadan alam maujud dan masuk ke dalam hal yang tidak ada alam, yang ada hanya Allah s.w.t. Tubuh kasar mereka masih berada di atas muka bumi, bersama-sama makhluk yang lain. Tetapi, kesedarannya terhadap dirinya dan makhluk sekaliannya sudah tidak ada, maka kewujudan sekalian yang maujud tidak sedikit pun mempengaruhi hatinya. Mereka karam dalam zikir dan yang dizikirkan. Mereka yang berada pada tahap ini telah terlepas dari ikatan manusiawi dan seterusnya mencapai penglihatan hakiki mata hati.
Mereka yang mempunyai penglihatan hakiki mata hati ada dua jenis. Jenis pertama adalah yang mempunyai nama dan tabir penutup. Hijab nama (asma’) tidak terangkat lalu dia melihat di dalam hijab. Dia melihat Allah s.w.t pada apa yang menghijabkannya. Zikirnya ialah nama yang padanya dia melihat Allah s.w.t. Jenis kedua pula ialah yang berpisah dengan nama dan hijab, lalu dia melihat Allah s.w.t dan merasakan ketenangan dengan penglihatan itu. Pada ketika itu tidak sepatah pun ucapan yang terucap olehnya dan tidak sepatah pun kalam yang terdengar padanya. Dia melihat nama itu tidak mempunyai kekuatan hukum apa pun selain-Nya. Bila nama dinafikan tibalah pada wusul (sampai). Bila tidak terlintas lagi nama tibalah pada ittisal (perhubungan). Nama yang tidak lagi terlintas disebabkan kuatnya tarikan dari yang dinamai. Makam ini dinamakan makam al-Buhut (kehairan-hairanan), kerana dia melihat Allah s.w.t dalam kehairan-hairanan, tiada ucapan kecuali pandangan. Inilah makam terakhir di mana semua hati terhenti di situ. Ia adalah tingkatan tertinggi tentang kecintaan terhadap zat Ilahiat.
Pada tahap ini Nur-Nya memancar, menyinar, menjulang naik ke lubuk hati. Peringkat ini sudah tiada zikir dan tiada pula yang berzikir, hanyalah memandang bukan berzikir dan tiada berbalik kembali pandangannya. Inilah hal yang dikatakan faham dengan tiada huraian pemahamannya dan mencapai dengan tiada sesuatu pencapaiannya. Insan di dalam hal ini sudah tidak lagi memohon fatwa, tidak memohon perkenan, tidak meminta pertolongan dan ucapan juga tiada. Baginya setiap sesuatu adalah ilmu dan setiap ilmu adalah zikir. Inilah hamba yang telah benar-benar berjaya menghimpun semua makam dan martabat. Dia sudah melihat takdir-takdir dan melihat bagaimana Allah s.w.t menghalau takdir demi takdir dan melihat bagaimana Allah s.w.t mengulangi takdir-takdir itu dengan berbagai-bagai cara yang dikehendaki-Nya kerana sesungguhnya Allah s.w.t sahaja yang memulakan penciptaan dan Dia juga yang mengulanginya. Penglihatannya tidak berbolak-balik lagi. Dia melihat Allah s.w.t di hadapan dan di belakang apa yang dilihatnya dan melihat Allah s.w.t dalam segala yang dilihatnya.
Apabila kerinduan terhadap Allah s.w.t telah menguasai hati seseorang hingga kepada tahap tiada ucapan yang boleh diucapkan maka keadaan itu dikatakan melihat Allah s.w.t yang tiada sesuatu yang menyamai-Nya, sebagaimana firman-Nya:
Tiada sesuatupun yang sebanding dengan (Zat-Nya, sifat-sifat-Nya, dan pentadbiran)-Nya, dan Dia jualah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. ( Ayat 11 : Surah asy-Syura )


Share on Google Plus

About roslanTv Tarekat

Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis autem vel eum iriure dolor in hendrerit in vulputate velit esse molestie consequat, vel illum dolore eu feugiat nulla facilisis at vero eros et accumsan et iusto odio dignissim qui blandit praesent luptatum zzril delenit augue duis.

0 comments:

Catat Ulasan